Mamuju (ANTARA) - Kementerian Kesehatan bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sulawesi Barat tengah menyusun rencana kontigensi (renkon) klaster kesehatan.

"Penyusunan renkon klaster kesehatan ini akan membantu kami untuk lebih siap dalam memberikan pelayanan kesehatan yang optimal saat terjadi bencana," kata Pelaksana Tugas Kepala Pelaksana Harian BPBD Sulbar Muhammad Yasir Fattah, di Mamuju, Kamis.

Yasir Fattah menyampaikan itu saat menerima kunjungan koordinasi dari Tim Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Pertemuan yang berlangsung di Kantor BPBD Sulbar itu membahas tentang fasilitasi pemerintah daerah dalam penyusunan renkon klaster kesehatan.

Ia menyampaikan apresiasi atas pertemuan koordinasi antara Tim Kemenkes dengan BPBD Sulbar terkait renkon klaster kesehatan tersebut.

Pertemuan itu katanya bertujuan memperkuat kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam menghadapi dampak perubahan iklim terhadap kesehatan masyarakat.

"Langkah ini diharapkan dapat memberikan panduan yang jelas mengenai pelayanan kesehatan lingkungan pada saat bencana terjadi," ujarnya.

Koordinasi tersebut menurutnya sangat penting dalam upaya memperkuat sistem ketahanan kesehatan di wilayah Sulbar.

"Dengan semakin meningkatnya frekuensi bencana alam, terutama yang dipengaruhi oleh perubahan iklim, kami merasa bahwa dukungan dan fasilitasi dari Kemenkes sangat relevan," katanya.

Ia juga menyampaikan sebagai tindak lanjut dari surat Kementerian Kesehatan Nomor: KL.04.02/C.VI/3705/2024, yang mengatur fasilitasi pemerintah daerah dalam penyusunan renkon, BPBD Sulbar berkomitmen untuk mendukung penuh penyusunan renkon klaster kesehatan tersebut.

"Kami berharap penyusunan renkon ini dapat segera terealisasi sehingga bisa menjadi panduan dalam meningkatkan respon terhadap bencana, sekaligus mendukung tercapainya adaptasi perubahan iklim dalam sektor kesehatan," jelasnya.

BPBD Sulbar mengharapkan kerja sama yang berkelanjutan antara pemerintah pusat dan daerah dalam mengoptimalkan perencanaan dan pelaksanaan kebijakan terkait bencana dan kesehatan, guna mengurangi dampak negatif perubahan iklim terhadap masyarakat.

Sementara, Penata Penanggulangan Bencana Ahli Muda BPBD Sulbar Inaldy LS Si'lang mengatakan koordinasi yang dilakukan sangat penting bagi kesiapsiagaan daerah dalam menghadapi bencana.

"Perubahan iklim memang memberikan tantangan besar, terutama terkait bencana alam, seperti banjir, tanah longsor dan cuaca ekstrem. Oleh karena itu, kami menyambut baik kerja sama dengan Kemenkes yang memberikan fasilitasi dalam penyusunan renkon ini," kata Inaldy.

Sedangkan, Sanitarian Ahli Adaptasi Perubahan Iklim dan Kebencanaan Lingkungan (APIKL) Kemenkes Trisno Soebarkah mengatakan dampak perubahan iklim terhadap kesehatan manusia menjadi tantangan global yang semakin nyata.

Salah satu dampak perubahan iklim yang paling signifikan kata Trisno adalah terjadinya bencana alam dan non-alam.

"Berdasarkan Climate Risk Profile Indonesia (2021), bahaya bencana alam terkait iklim yang dihadapi Indonesia, antara lain, gelombang panas, kekeringan, banjir, kenaikan muka air laut dan topan," kata Trisno.

Berdasarkan Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bahwa pada 2023, tercatat 4.940 kejadian bencana alam, dengan dominasi bencana hidrometeorologi basah seperti banjir, tanah longsor dan cuaca ekstrem.

Untuk itu, Trisno menekankan pentingnya upaya memperkuat sistem ketahanan kesehatan dalam menghadapi situasi darurat bencana dan krisis kesehatan.

Salah satu langkah konkret adalah dengan penyusunan dokumen tugas pokok dan fungsi pelayanan kesehatan lingkungan pada situasi bencana, yang nantinya akan dimasukkan ke dalam renkon klaster kesehatan.

"Langkah ini diharapkan dapat memberikan panduan yang jelas mengenai pelayanan kesehatan lingkungan pada saat bencana terjadi," ujar Trisno.


Pewarta : Amirullah
Editor : Redaktur Makassar
Copyright © ANTARA 2024