Makassar (ANTARA Sulsel) - Teater Shinta Febriani menampilkan "sepuluh adegan politik yang membunuh" produksi Kala Teater pada Festival Soceteit de Harmanoni 2014 di Makassar.

"Ini merupakan bagian dari seluruh rangkaian kegiatan festival yang digelar setiap tahun dengan menampilkan hasil karya seni dan budaya dari Sulsel dan beberapa mitra dari Solo, Jogjakarta, Riau dan sebagainya," kata Direktur Festival Societeit de Harmonie 2014 Asia Ramli Prapanca di Makassar, Senin.

Menurut dia, selain seni teater yang ditampilkan mulai 11 - 17 September 2014, juga pameran lukisan, fotografi, seni rupa dan tarian tradisional yang dikolaborasikan dengan tarian modern hadir memberikan nuansa khusus bagi pengunjung.

Khusus pada teater Shinta yang menampilkan sepuluh adegan politik, ditampilkan ilustrasi 100 kursi di atas tubuh dua aktor perempuan dan dua aktor lelaki yang mengenakan penutup kepala.

Tampilan itu, misalnya, mereka berjalan di panggung, lalu suara dari rekaman hasil riset tentang politik, kemudian masing-masing memperkenalkan diri: "Inilah Saya".

Selanjutnya empat tokoh Saya menjadi tubuh dengan kepala di bawah kaki di atas di bawah 100 kursi menggelantung di langit-langit.

Kesakitan yang indah menjelaskan kepada teater ini sebagai teater tubuh yang bergerak, lambat, hening, bunyi gesekan sepatu di pinil. Ia bicara tentang janji-janji politik dan harapan-harapan palsu.

Kemudian terlihat bagaimana presentasi mulut yang hanya mampu menganga atas berbagai kebohongan, pilihan warna kostum hitam putih, kuning, abu-abu, putih, bukankah semua sebuah presentasi dari partai politik kita?

100 kursi menggelantung dari plafon panggung gedung kesenian sebagai seting 100 kursi sebagai tubuh politik dan para politisi berubah menjadi monyet-monyet dan anjing-anjing lewat presentasi tubuh para aktor yang kemudian saling memangsa dan menaklukan.

Dua tubuh perempuan dan dua tubuh laki-laki menjadi satu tubuh saling berpelukan, saling mengusung, saling mendorong, saling membanting.

Suara-suara dari warga perempuan hasil riset Shinta dipresentasikan via audio. Kursi berubah merah darah seperti ada kekejaman di sana. Kepala dan kaki di dalam kotak berjalan seperti ada kemalangan di sana. Tak ada lagi manusia utuh dalam pertunjukan ini.

Identitas setiap saat berubah. Kursi menciptakan warna putih yang kelabu. Gumam lagu Pemilu seperti neraka di malam hari. Dan para aktor memakan kotak-kotak suara yg diciptakan oleh kekuasaan. Lalu topeng kain.

Kekerasan belum juga usai. Kursi-kursi belum bergerak, masih sebagai saksi. Empat kotak diam dan bergerak dan kursi belum juga bergerak. Topeng merah biru kuning hijau. Presentasi warna partai yang suka bersolek. Nurul H

Pewarta : Suriani Mappong
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024