Makassar (ANTARA Sulbar) - Anti Corruption Committe (ACC) Sulawesi Selatan menagih janji Kejaksaan Tinggi dalam penuntasan dugaan penyelewengan dana pajak bahan bakar minyak (BBM) yang tidak masuk dalam kas pemerintah daerah tingkat provinsi, kabupaten dan kota.

"Kejati kalau tidak diingatkan kasus-kasusnya yang mandek, tidak akan dilanjutkan lagi itu penyelidikan dan penyidikannya. Salah satu kasus besar selain Bansos itu yang menjadi perhatian publik itu dugaan penyelewengan dana pajak BBM, kemana kasus itu," ujar Badan Pekerja ACC, Kadir Wokanubun di Makassar, Minggu.

Ia mengatakan, kasus yang sudah bergulir sejak tahun 2013 itu sudah jauh penyelidikannya oleh pejabat lama, namun saat pergantian pejabat baru, kasus itu seakan menghilang dengan pejabatnya.

Dia menjelaskan, belum banyaknya yang mengetahui serta tidak transparannya aliran Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) ditengarai sarat terjadinya praktek korupsi yang dapat merugikan keuangan negara.

Dalam setiap liter penjualan bahan bakar minyak, baik premium, solar dan pertamax itu ada pajak yang harus disetorkan PT Pertamina ke Pemprov, Pemkot dan Pemda.

Setiap liter dari penjualan BBM itu, pemda menerima lima persen atau jika di kalkulasikan setiap pengguna BBM menyumbang Rp225 untuk setiap liter premium yang dibelinya di sentra pengisian bahan bakar umum (SPBU) dengan harga Rp4500 untuk jenis premiumnya.

Besaran pembagian pajak PBBKB yang diterima oleh Pemprov dari pajak yang persentasenya lima persen itu yakni sebesar 30 persen. Sedangkan untuk Pemkot dan Pemda itu menerima 70 persen.

"Bayangkan saja, jika dalam sebulan itu penjualan BBM itu di Sulawesi Selatan sekitar 10 juta liter dikalikan dengan harga perliternya terus lima persennya masuk ke kas, tetap aja nilainya miliaran rupiah. Kemana semua aliran dana itu," ungkapnya.

Dalam penyelidikan awal itu juga terungkap jika fakta yakni adanya dana yang bersumber dari pajak sebesar Rp40 miliar lebih mengalir deras ke kantong pejabat-pejabat.

Dalam keterangan Bendahara Dispenda Sulsel Abdul Haris beberapa waktu lalu juga menyebutkan jika dana Rp40 miliar lebih itu dikumpulkan dalam satu tahun anggaran dan itu memang diperuntukkan kepada sejumlah pejabat-pejabat.

Dihadapan penyidik kejaksaan, dia mengaku jika rujukannya itu berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 35 Tahun 2002 tentang Pedoman Alokasi Biaya Pemungutan dan Pajak Daerah.

Dana pajak yang berjumlah Rp40 miliar itu hanya terkumpul di tahun anggaran (TA) 2011 sedangkan untuk tahun 2009, 2010, dan 2012 belum dirampungkannya dan berjanji akan kembali membawa dokumen itu ke kejaksaan.

"Jadi Rp40 miliar itu hanya pajak yang terkumpul di tahun 2011 sedangkan sisanya di tahun 2009, 2010 dan 2012 itu belum diserahkan ke kejaksaan. Tapi bendaharanya berjanji akan datang kembali membawa berkasnya. Jumlah dana Rp40 miliar itu kemungkinan masih akan meningkat di tahun selanjutnya seiring dengan banyaknya konsumen yang membayar pajak," katanya.

Sementara itu, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati, Rahman Morra, saat dikonfirmasi belum bisa memberikan penjelasan terkait kasus tersebut. Rahman mengaku belum berkordinasi dengan tim penyidik.

"Saya belum bisa berkomentar apa-apa. Saya kordinasi dulu dengan penyidiknya," katanya. Agus Setiawan

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor :
Copyright © ANTARA 2024