Makassar (ANTARA Sulsel) - Anggota terpilih DPR RI Samsu Niang menghadiri panggilan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan untuk memberikan kesaksian terhadap tersangka dana bantuan sosial (bansos) senilai Rp8,8 miliar lebih.

"Sebagai warga negara yang taat pada peraturan dan perundang-undangan, saya datang memenuhi panggilan penyidik dan saya telah menjawab semua yang ditanyakan," ujarnya di Makassar, Rabu.

Mantan legislator DPRD Makassar itu juga merupakan rekan sejawat dari tersangka Bansos Sulsel yang juga anggota DPRD Makassar, yakni Mustagfir Sabry alias Moses dari Partai Hanura.

Syamsu Niang yang lolos ke Senayan itu mengaku diperiksa sebagai saksi meringankan untuk Mustagfir. Dirinya membenarkan adanya pencairan dana bansos tersebut kepada lembaganya dan mengakui mengajukan proposal bantuan ke Pemprov Sulsel untuk mendapatkan bantuan dana.

Melalui Mustagfir itu, lembaga yang dinaunginya yakni Forum Komunikasi Pengkajian Aspirasi Guru Indonesia (FKPAGI) mendapatkan bantuan dari Pemprov Sulsel senilai Rp100 juta.

"Terkait tandatangan itu, iya saya memang menandatanganinya. Betul ada tandatangan saya untuk FKPAGI. Saya mengajukan proposal untuk kongres Federasi Guru Independen dan seminar pendidikan di Asrama Haji. Ini sudah jelas peruntukannya," katanya.

Menurutnya, dalam pencairan dana bansos yang diterimanya itu tidak ada unsur penyalahgunaan sesuai yang banyak terjadi dengan lembaga ataupun organisasi kemasyarakatan (Ormas) lainnya.

Dan dia siap untuk mempertanggungjawabkan jika dimintai keterangannya oleh Kejati. Ia memberanikan diri karena pencairan dana bansos tersebut sudah sesuai dengan prosedur. Dan sudah ada Laporan Pertanggungjawabannya (LPJ).

"Jangan analogikan penerima bansos itu selalu fiktif. Bansos itu tidak bermasalah kalau dikelola baik. Karena ada memang aturannya. Kalau itu masalah. Saya bersedia ditangkap. Saya bersedia pertanggungjawabkan," ucapnya.

Sebelumnya, dalam kasus ini, Sekprov Andi Muallim ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejati Sulsel karena dianggap bersama-sama dengan Bendahara Pengeluaran Anwar Beddu yang telah divonis dua tahun penjara itu melakukan upaya melawan hukum dengan cara memperkaya orang lain maupun korporasi.

Penetapan Muallim yang merupakan pamong senior di Sulawesi Selatan bertindak selaku kuasa pengguna anggaran (KPA) dinilainya turut bertanggungjawab dalam setiap pencairan anggaran dana Bansos yang telah merugikan negara itu.

Sejak kasus ini bergulir di kejaksaan, Anwar Beddu dan Andi Muallim dinilainya telah memperkaya diri sendiri, orang lain ataupun korporasi yang diperkuat dalam fakta-fakta penyidikan maupun persidangan.

Peranan Muallim yang sebagai kuasa pengguna anggaran itu terbukti telah menyetujui setiap pencairan maupun pemberian dana bantuan sosial kepada lembaga penerima diaman lembaga penerima itu tidak berbadan hukum alias fiktif.

Persetujuan pemberian dana bansos kepada setiap penerima itu dilakukan tanpa didasari verifikasi terhadap 202 lembaga penerima guna memastikan kebenaran dan keberadaan lembaga penerima tersebut.

Andi Muallim yang telah menyetujui semua lembaga penerima itu kemudian langsung diteruskan kepada bendahara dengan mengeluarkan dana bansos tersebut.

Bendahara sendiri saat mencairkan dan menyerahkan kepada 202 lembaga penerima itu dinilai lalai karena tidak melakukan penelitian dan pemeriksaan sehingga merugikan keuangan negara. S. Muryono

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor :
Copyright © ANTARA 2024