Kupang (ANTARA Sulsel) - Pakar hukum tata negara dari Universitas Nusa Cendana  Johanes Tuba Helan berpendapat, Presiden tidak bisa menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) hanya untuk mengubah atau mengganti Undang-Undang Pilkada.

"Perppu hanya dikeluarkan untuk mengatasi keadaan darurat atau mendesak karena ada kekosongan hukum. Tidak bisa digunakan untuk mengganti atau mengubah suatu undang-undang, termasuk UU Pilkada" kata Johanes Tuba Helan, di Kupang, Rabu terkait wacana Perpu.

Pada Selasa (30/9), Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono yang juga Ketua Umum Partai Demokrat menyatakan bakal mengeluarkan Perppu Pilkada yang di dalamnya akan mengembalikan pemilihan kepala daerah langsung oleh rakyat.

Menurut Yudhoyono, saat ini pemerintah berpandangan sama dengan Partai Demokrat yang mendukung pilkada langsung dengan sejumlah perbaikan. Dia mengakui bahwa pilkada langsung dengan perbaikan, yang diperjuangkan Partai Demokrat di DPR pada Rapat Paripurna pekan lalu tidak berhasil.

Ia mengatakan keputusan mengeluarkan perppu adalah sebuah risiko politik yang harus diambil. Namun keputusan perppu itu akan diterima atau tidak sepenuhnya tetap menjadi kewenangan DPR RI.

"Kalau DPR mendengar aspirasi rakyat yang menghendaki pilkada langsung dengan perbaikan maka ini yang harus kita ambil," kata SBY.

Pekan lalu, Rapat Paripurna DPR RI mengesahkan UU Pilkada yang di dalamnya mengatur bahwa pemilihan kepala daerah dikembalikan kepada DPRD. Keputusan ini sesuai dengan keinginan partai Koalisi Merah Putih.

Partai pendukung Jokowi-JK yang menginginkan pemilihan kepala daerah tetap langsung oleh rakyat tidak mampu berbuat apa-apa karena kalah suara dalam Rapat Paripurna.  

Sementara itu Partai Demokrat sendiri merasa opsinya yakni pilkada langsung dengan 10 syarat perbaikan, tidak diakomodir dalam Rapat Paripurna, sehingga partai itu memutuskan "walk out".

Johanes Tuba Helan mengatakan, sama sekali tidak sependapat dengan sikap Presiden Yudhoyono yang ingin mengeluarkan perppu karena penetapan UU Pilkada oleh DPR pekan lalu, tidak berdampak pada suatu keadaan darurat atau menimbulkan kekosongan hukum.

"Dalam pandangan hukum tata negara, lahirnya UU Pilkada tidak menimbulkan kevakuman hukum dan tidak juga ada sesuatu yang darurat yang memperlukan Perppu," katanya.

Karena itu, sikap Yudhoyono yang akan menerbitkan perppu, dapat dianggap hanya sebagai upaya memperbaiki citra pada akhir masa jabatan dan Partai Demokrat yang mengambil keputusan "walk out" dalam paripurna pekan lalu. A.J.S. Bie


Pewarta : Bernadus Tokan
Editor :
Copyright © ANTARA 2024