Makassar (ANTARA Sulsel) - Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Partai Amanat Nasional (DPW-PAN) Ashabul Kahfi masih menunggu putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait sengketa sengketa hasil pemilihan calon legislatif beberapa waktu lalu.

"Sidangnya kan baru digelar Selasa (14/10) kemarin, nanti kalau hasilnya sudah keluar, baru kita akan bawa ke DPP dan putuskan," ujarnya di Makassar, Rabu.

Ia mengatakan, sengketa hasil pemilu legislatif beberapa waktu lalu itu melibatkan dua orang kader PAN Makassar yakni Abdul Rahman Rauf dan Hasanuddin Leo.

Kedua kader yang berada dalam satu daerah pemilihan (Dapil) itu, berhasil dimenangkan oleh Hasanuddin Leo berdasarkan suara terbanyak, namun itu tidak diterima oleh rekannya Abdul Rahman Rauf.

Ashabul Kahfi yang juga Wakil Ketua DPRD Sulawesi Selatan itu mengakui jika sengketa pemilu legislatif keduanya sudah berproses lama di tingkat DPP PAN.

"Ada majelis penyelesaian sengketa yang khusu menangani masalah keduanya. Sebelum bergulir di DKPP, sengketa ini sudah lama berkutat di DPP," ungkapnya.

Terkait persidangan yang digelar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulsel beberapa hari lalu, Ashabul menegaskan akan dijadikan pertimbangan bagi DPP untuk memutuskan hasil sengketa dimaksud.

Termasuk akan melakukan penggantian antarwaktu (PAW) terhadap anggota DPRD Kota Makassar, Hasanuddin Leo jika memang itu terbukti bersalah.

"Akan dipertimbangkan kearah situ kalau memang dia (Hasanuddin Leo) dinyatakan bersalah nanti pada putusannya," tegas Ashabul Kahfi.

Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Makassar, Sulawesi Selatan terancam mendapatkan sanksi setelah memunculkan beberapa fakta-fakta saat sidang kode etik digelar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

"Sidang kode etik yang digelar ini berdasarkan aduan dari salah satu caleg PAN, Abdul Rahman Rauf," ujar anggota majelis sidang kode etik DKPP Sulsel, Prof Anwar Borahima.

Dalam sidang itu, pihak yang dihadirkan sebagai teradu yakni; Syarief Amir, Abdullah Mansyur, Andi Saifuddin, Rahma Saiyed, serta Andi Saifuddin dan mantan Ketua Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) Tamalate, Akbar.

Prof Anwar Borahima ditemui di ruang Ketua Bawaslu Sulsel, Selasa, masih enggan menyimpulkan hasil persidangan yang dianggapnya cukup singkat itu.

Meski demikian, dia menggambarkan jika sesuai fakta persidangan dan dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul, sudah bisa dinilai bahwa teradu yakni KPU Kota Makassar mengubah jumlah suara di luar pleno.

"Ini bukan penilaian saya saja, melainkan hasil dari jalannya sidang tadi. Anda sekalian kan mengikuti dan menyaksikan sidangnya tadi," katanya.

Berdasarkan pantauan, selama jalannya persidangan lima komisioner KPU Kota Makassar tidak terlalu aktif dan bahkan terpojok ketika diberikan pertanyaan dari DKPP serta KPU Sulsel. Bahkan beberapa kali tidak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Pertanyaan yang dilontarkan majelis hakim sidang itu fokus pada aduan Abdul Rahman Rauf mempertanyakan sikap KPU yang melakukan perubahan suara caleg PAN di TPS 6 Parang Tambung.

"Setelah ada perbedaan data, apakah KPU memerintahkan pembukaan C1 plano," tanya majelis Prof Anwar Borahima terhadap teradu dimana kelima komisioner terdiam tanpa memberikan penjelasan apapun.

Anwar menambahkan, KPU Kota Makassar sejauh ini telah melakukan hal yang keliru. Namun kesimpulan itu nantinya masih akan diplenokan lagi di Jakarta.

Abdul Rahman Rauf sendiri yang menjadi pengadu menyatakan bahwa KPU Kota Makassar tidak cermat dalam mengambil kesimpulan sehingga terjadi banyak kekeliruan.

"Kami tidak bisa mengerti kenapa data panwas dengan PPS dan PPK itu berbeda semuanya, tidak ada yang sama. Apa yang terjadi sebenarnya," sebutnya.

Abdul Rahman Rauf pun kembali menegaskan jika terjadi pelanggaran kode etik di KPU Kota Makassar karena penyelenggara pemilu tingkat kota ini mengeluarkan surat yang bertetangan dengan surat edaran KPU RI.

Dimana diketahui, KPU kabupaten dan kota tidak bisa lagi membuat keputusan atau validasi berkaitan perubahan suara setelah keputusan rekapitulai nasional. Kalau pun ada pertentangan, silahkan dilanjutkan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kita masih mencari tahu apakah ini keputusan bersama atau ada oknum KPU Kota Makassar yang bermain. Tapi nanti majelis yang putuskan. Intinya, ini bukan kepentingan saya, melainkan suara rakyat yang diabaikan. KPU kota melakukan pelanggaran terus," ucapnya. Agus Setiawan

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor :
Copyright © ANTARA 2024