Makassar (ANTARA Sulsel) - Pelaksana tugas (Plt) Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat Sulawesi Selatan Ni`matullah menegaskan, tidak ada agenda pengganti antarwaktu (PAW) untuk semua tingkatan legislator.

"Hasil rapat di Cikeas bersama Ketua Umum Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), tim evaluasi DPP memutuskan tidak ada PAW untuk Nasyit Umar," ungkap Ni`matullah melalui sambungan telepon dari Makassar, Senin.

Ia mengatakan, wacana PAW itu sudah berhembus beberapa waktu lalu. Anggota DPR RI asal Partai Demokrat, Nasyit Umar "digoyang" dikabarkan akan diganti rekannya Jafar Hafsah.

Namun setelah dirinya bertemu langsung dengan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono di kediamannya di Cikeas dan salah satunya membahas mengenai PAW itu, dirinya mendapatkan jawaban jika tidak akan ada pergantian legislator di Sulsel.

Wakil Ketua DPRD Sulsel ini menambahkan, dalam sidang evaluasi kasus dugaan pelanggaran pemilihan legislatif, tidak ditemukan

adanya pelanggaran.

"Kalau provinsi atau daerah lain, saya tidak campuri, namun untuk Sulsel tidak ada PAW dan ini sudah dibahas di kediaman pak SBY," kata legislator Sulsel dua periode ini.

Sebelumnya, mantan legislator DPR RI asal Sulsel, Jafar Hafsah yang kalah di Pemilu 2014 dan harus rela peluangnya direbut oleh Nasyit Umar yang kemudian menggoyangnya melalui Mahkamah Partai.

Diketahui, hasil penghitungan suara menetapkan Nasyit Umar meraih 36.351 suara sedangkan Jafar Hafsah mendulang 36.012 suara. Jafar pun menggugat ke MK tapi hasilnya tidak terbukti dan tidak punya landasan hukum.

"KPU sudah mengakui jika hal itu adalah kesalahan rekapitulasi PPK antara suara provinsi dan pusat, dan PPK sudah membuat pernyataan di depan notaris, kesalahan itu sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan saya. Jadi saya pikir gugatan Jafar tidak mendasar dan tidak memenuhi syarat," kata Nasyit.

Nasyit menambahkan, dalam UUD 45 pasal 24C menyatakan bahwa keputusan MK terkait PHPU adalah pertama dan terakhir serta final dan mengikat. Menurut dia sudah tidak ada lagi keputusan hukum setelah MK.

Mahkamah Partai pada dasarnya untuk menyelesaikan perselisihan internal partai atau kepengurusan partai. Adapun jika ada kader yang dinilai melanggar kode etik tidak serta merta dipecat, biasanya dilakukan teguran lisan, lalu teguran secara tertulis.

"Itupun sebanyak tiga kali, baru mahkamah partai menyurat ke DPP untuk diambil putusan oleh Ketua Umum dan Sekjen," katanya. S Muryono

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor :
Copyright © ANTARA 2024