Makassar (ANTARA Sulsel) - Sub Direktorat (Subdit) IV Tindak Pidana Korupsi, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulsel telah merampungkan berkas perkara korupsi mantan Wali Kota Palopo HPA Tendriajeng dan siap untuk melimpahkannya.

"Berkasnya sudah selesai dan lengkap. Berkas bersama tersangkanya akan kita limpahkan dan awal pekan ini segera di tahap dua kan ke Kejaksaan," ujar Kepala Subdit (Kasubdit) IV Tipikor, AKBP Andi Burhaman, Minggu.

Ia mengatakan, berkas perkara dugaan korupsi penyelewengan kredit fiktif pada Bank Pembangunan Daerah (BPD) Palopo tahun 2010 lalu itu sudah lengkap dan penyidik sangat berhati-hati melakukan penyelidikan dan penyidikan.

Dalam kasus dugaan korupsi kredit fiktif itu ditetapkan tiga orang tersangka yakni mantan Wali Kota Palopo HPA Tendriajeng; mantan Kepala Cabang BPD Palopo Syaifullah ; dan seorang pengusaha Irianwati.

"Besok kami tahap duakan perkara mantan Wali Kota Palopo dan dua orang lainnya. Kita akan menyerahkan tersangka beserta alat buktinya. Selanjutnya, segera dilakukan penuntutan. Mudah-mudahan Kejati menerimanya," katanya.

Sebelumnya dalam kasus itu, mantan Wali Kota Palopo HPA Tenriadjeng yang sudah divonis tujuh tahun penjara dalam kasus korupsi dana pendidikan kini kembali menjadi tersangka dalam korupsi Kredit Modal Kerja di Bank Pembangunan Daerah (BPD) Palopo sebesar Rp2,25 miliar.

Di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Makassar yang diketuai Isjuaedi, beberapa waktu lalu, mengatakan menerima kredit dari BPD Palopo sebesar Rp2,25 miliar sesuai permohonannya dengan mengatasnamakan sembilan debitur.

"Saya menerima kredit dari BPD Palopo itu sebesar Rp2,25 miliar dengan jaminan kredit agunan berupa empang seluas tiga hektare dan 15 hektare atas nama saya dan dua orang anaku," ujarnya di hadapan hakim.

HPA Tenriadjeng mengaku dalam pengurusan administrasi untuk kreditnya itu banyak berhubungan dengan Kepala BPD Palopo, Saefullah serta terdakwa Rizal Amereng yang menjabat sebagai Kepala Kredit.

Dalam keteranganya, setiap debitur hanya berhak mendapat kucuran dana kredit untuk tiap debitur atau nasabah hanya sekitar Rp250 juta namun diarahkan oleh terdakwa untuk mencari debitur lainnya sehingga kucuran bisa sesuai dengan permintaan yakni Rp2,25 miliar.

Syarat pencairan kredit harus ada surat izin usaha perdagangan (SIUP) serta kewenangan dari BPD Palopo sebelum dana yang dibutuhkan oleh para debitur dicairkan.

Saksi membenarkan jika Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Surat Izin Tempat Usaha (SITU) atas debitur yang belum memiliki diserahkan kepada Mustafa selaku staf kepercayaannya serta seorang pengusaha Irianwati.

Saksi Mustafa mengatakan membuat SIUP dan SITU dengan hanya bermodalkan kartu tanda penduduk (KTP) karena semua persyaratan dalam mengurus administrasi itu dimudahkan setelah ada petunjuk dari wali kota.

Saksi juga pernah mendatangi rumah terdakwa membicarakan kredit modal kerja yang diajukan tetapi ditolak dengan alasan masih ada atasannya yang punya kewenangan penuh dalam mencairkan dana tersebut.

Permohonan kredit langsung diterima saksi sebesar Rp2,25 miliar tanpa melalui sembilan debitur yang menjadi pemohon. Namun, dalam perjalanannya, modal kredit tersebut macet sementara kredit yang diterima Irianwati sudah dilunasi.

Saksi Irianwati membenarkan mencari nama-nama debitur atas permintaan Tenriadjeng dan tidak ada kompensasi atas sembilan nama debitur.

Terdakwa membenarkan keterangan saksi dan pencairan kredit atas perintah atasannya Saefullah.

Usai Sidang, penasehat hukum terdakwa, Irwan Muin mengatakan dari keterangan saksi yang aktif berhubungan dengan mantan Wali Kota Palopo bukan kliennya yang harus bertanggungjawab melainkan Kepala Cabang BPD Palopo.

"Peran material dari klien saya itu selaku bawahan dari Saefullah yang intens berkomunikasi dengan Tenriadjeng, makanya yang harus bertanggungjawab adalah Kepala BPD dan bukan klien saya," ucapnya. Yuniardi  

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor :
Copyright © ANTARA 2024