Makassar (ANTARA Sulsel) - Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan, memiliki predikat sebagai kabupaten tiga dimensi karena wilayahnya terdiri atas dataran tinggi, dataran rendah, dan kepulauan/pesisir.

Potensi alam itulah yang juga memicu pendirian PT Semen Tonasa Tbk. di tengah masyarakat Pangkep.

Masyarakat sebagai salah satu pemangku kepentingan atas keberadaan perusahaan yang memproduksi semen itu tentu menjadi indikator bagi pihak di luar perusahaan karena masyarakat akan menjadi penerima dari "multiplier effect" perusahaan.

"Apabila masyarakat di sekitar perseroan menikmati dampak positif, citra perusahaan akan menggaung dan menjadi pilar kesuksesan dalam menjalin kerja sama dengan pihak lain sekaligus mencetak nilai buku rapor menjadi hijau," kata kandidat doktor Sosiologi Universitas Teknologi Malaysia Hurriah Ali Hasan.

Sebaliknya, lanjut alumni Universitas Hasanuddin ini, jika masyarakat di sekitarnya tidak puas, bahkan dirugikan oleh perusahaan, tentu akan menjadi preseden buruk bagi perkembangan usaha perusahaan itu.

Wajarlah jika kewajiban perseroan untuk mengalokasikan sebagian keuntungan perusahaan guna mendukung peningkatan kualitas kehidupan masyarakat sekitar perusahaan di bidang ekonomi dan sosial.

Hal itu juga berlaku pada PT Semen Tonasa. Oleh karena itu, perseroan ini telah menetapkan blueprint corporate social Responsibilty (CSR) sebagai buku panduan pelaksanaan program-program tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Dalam "strategic flagship" CSR Semen Tonasa, diketahui bahwa perusahaan yang telah membangun lima pabrik semen ini, kinerjanya mengacu pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 74 dan penerapan konsep "triple bottom lines" yang menyelaraskan ekonomi, sosial, dan lingkungan.

"Perseroan kami berkomitmen seperti yang tercantum dalam kebijakan perusahaan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya," kata Dirut PT Semen Tonasa A. Unggul Attas.

Pembiayaan dana CSR dan lingkungan itu, kata dia, dianggarkan berdasarkan rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) tahunan, termasuk menyalurkan dana Program Bina Lingkungan (PKBL) yang disisihkan maksimal 2 persen dari laba setelah pajak. Hal tersebut berpedoman pada Peraturan Menteri Nomor 05/MBU/2007 Pasal 9.

Melalui empat program andalan PT Semen Tonasa, yakni Program Sehat Tonasa, Cerdas Tonasa, Bina Mitra Tonasa, dan Desa Mandiri Tonasa, perusahaan yang didirikan pada tahun 1968 di Kota Bandeng ini terus membenahi diri dengan mendekatkan perusahaan dengan masyarakat dan lingkungannya.

Khusus dalam pengelolaan lingkungan, Tonasa yang masih memimpin pasar semen di Kawasan Indonesia Timur (KTI) ini mengelola kawasan desa lingkar untuk menekan dampak operasi perusahaan, termasuk kelestarian lingkungan dan dukungan energi salah satu komponen biaya produksi yang memiliki porsi relatif cukup besar, seperti biaya bahan bakar.

Dalam menekan biaya bahan bakar dalam kegiatan operasional, PT Semen Tonasa berupaya melakukan efisiensi/penghematan bahan bakar melalui peningkatan pemakaian alternatif "fuel" yang sudah dirintis sejak 2009.

Adapun pertimbangan pemakaian alternatif "fuel" ini sebagai solusi untuk penanganan limbah pertanian di lingkungan sekitar. Selain itu, mereduksi emisi karbon dioksida (CO2) yang diakibatkan pembakaran bahan bakar fosil.

"Yang takkalah pentingnya adalah menciptakan pabrik yang ramah lingkungan sekaligus membantu program pemerintah dalam rangka mengurangi efek pemanasan global," kata Unggul.

Alternatif "fuel" yang digunakan di lingkungan sekitar perusahaan adalah pemanfaatan sekam padi dan cangkang mete sehingga terjadi tren peningkatan yang cukup signifikan.

Berdasarkan data PT Semen Tonasa tercatat pemanfaatan alternatif "fuel" pada tahun 2010 mencapai 2,5 persen, kemudian pada tahun 2011 meningkat menjadi 6,8 persen, lalu pada tahun 2013 pemakaian alternatif "fuel" terus ditingkatkan sampai dengan 30 persen sehingga pemakaian batu bara sebagai bahan bakar utama dapat dikurangi.

Pendekatan Alam

Kewajiban dari perusahaan industri yang mengelola kekayaan alam adalah melakukan rehabilitasi lingkungan terhadap wilayah yang pernah digarap. Hanya saja peraturan itu tidak semuanya mampu dipenuhi oleh perusahaan.

Perseroan Terbatas (PT) Semen Tonasa sendiri dalam perjalanannya selama 46 tahun terus berupaya memenuhi kewajibannya dalam merehabilitasi kondisi alam yang pernah dijamahnya. Beberapa upaya itu adalah penanaman 15.000 pohon di sekitar pabrik dan permukiman masyarakat di Kabupaten Pangkep.

Wujud kepedulian tersebut adalah upaya mencegah terjadinya efek rumah kaca di lingkungan sekitar pabrik. Perseroan menargetkan penanaman 10.000 pohon, khusus di area pabrik, dan 5.000 pohon mangrove di area Pelabuhan Biringkassi, kemudian sebagian bibit pohon juga akan dibagikan ke desa-desa di sekitar pabrik.

"Upaya itu memang sudah menjadi tanggung jawab perusahaan selaku pengelola sumber daya alam (SDA). Oleh karena itu, potret kondisi di sekitar perusahaan atau pabriknya akan menjadi indikator keberhasilan perusahaan mendapat julukan `green industry` (industri hijau) dan pengakuan internasional," kata Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulsel Asmar Edward.

Mengurangi dampak dari aktivitas PT Semen Tonasa, menurut dia, tentu menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan semen berpelat merah tersebut. Setidaknya terdapat empat persoalan yang terkait dengan alam atau lingkungan di sekitar kawasan pabrik yang harus disikapi dengan bijak.

Keempat persoalan itu yang terkait dengan aktivitas pertambangan adalah ketersediaan air tanah, polusi udara yang ditimbulkan oleh debu semen, aktivitas pada infrastruktur penunjang, seperti di Biringkassi dan PLTA yang menampung batu bara yang sebenarnya berpotensi mencemari kawasan pesisir Pelabuhan Biring Kassi, Kabupaten Pangkep.

Sementara itu, Mantasiah, warga Desa Biring Ere, Kecamatan Bungoro, Kabupaten Pangkep, Sulsel, mengatakan bahwa PT Semen Tonasa turut melibatkan masyarakat dalam menggelar aksi menanam pohon. Bahkan, membagikan dana kompensasi yang dikenal dengan istilah "dana debu".

Semua upaya tersebut menjadi potret kinerja perusahaan, khususnya dalam menjawab tantangan sebagai perusahaan ramah lingkungan dan mampu menyejahterakan masyarakat di sekitar perusahaan. D.Dj. Kliwantoro

Pewarta : Suriani Mappong
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024