Makassar (ANTARA Sulsel) - Dalam rangka memperingati Hari Raya Natal 2014, seluruh usaha hiburan malam termasuk yang ada di hotel-hotel akan tutup selama tiga hari penuh mulai Rabu, 24 Desember, hingga 26 Desember 2014. 

Ketua harian Asosiasi Usaha Hiburan Makassar (AUHM) Zulkarnaen Ali Naru di Makassar, Minggu, mengatakan usaha hiburan malam yang beroperasi di kota ini akan tutup selama tiga hari dan itu dilakukan untuk menghargai warga kristiani yang akan melakukan ibadah.

"Penutupan akan dilakukan satu hari sebelum Natal dan itu juga sudah sesuai dengan surat edaran yang kita terima dari pemerintah kota. Penutupan ini dilakukan di setiap kegiatan besar seperti hari ibadah," ujarnya.

Ia mengatakan, penutupan tempat usaha hiburan malam itu sesuai dengan surat edaran Pemerintah Kota Makassar Nomor 435/204/s.edar/dispar/XII/2014 yang telah diterimanya.

Menurutnya, ketentuan penutupan tersebut sudah sesuai dengan Perda Kota Makassar Nomor 5 Tahun 2014 tentang Tanda Daftar Usaha Kepariwisataan.

Meskipun demikian, Zul mengakui bila Perda tersebut sangat keliru menempatkan Natal sebagai salah satu hari raya yang mengharuskan usaha-usaha hiburan ditutup. Karena bagi umat kristiani, momen tersebut harus dirayakan sebagai hari suka cita.

"Kalau menurut kami, setelah melakukan berbagai dialog dengan saudara-saudara kita umat kristiani, Perda tersebut seharusnya menutup kegiatan hiburan pada saat selesai Natal, bukan saat Natal karena Natal itu menurut mereka harus dirayakan dengan penuh suka cita," katanya.

Hal tersebut, menurut Zul, hanya salah satu bukti dari sekian banyak kerancuan dalam Perda Kepariwisatan kota Makassar. Belum lagi bila dikaitkan dengan yang terjadi saat ini, yaitu menyangkut usaha panti pijat yang ramai dibicarakan.

Menurut Zul, usaha panti pijat dan usaha kesehatan sejenisnya sudah selayaknya diatur oleh Dinas Kesehatan, dan jangan di bawah taktis Dinas Pariwisata seperti selama ini, karena dengan pembinaan dinas kesehatan, pengusaha yakin tenaga-tenaga pemijat akan dapat lebih baik.

Selain itu, pemijat juga akan lebih profesional dan dijamin tidak ada lagi tudingan miring bagi usaha tersebut, apalagi bila para pemijat nantinya diwajibkan memiliki surat keterangan atau sertifikat keahlian setelah diadakannya pelatihan dan pendidikan khusus.

"Kalau tenaga `masseur`nya tidak memiliki keahlian khusus, apalagi bila mereka bekerja dalam satu usaha yang memiliki dua kegiatan yang berbeda, yaitu hiburan bar dan kesehatan `massage` atau panti pijat, maka wajar bila kemudian mereka mendapat tudingan miring," jelasnya.

Sebaliknya, lanjut Zulkarnain, dinas pariwisata juga harusnya menerima tidak lagi mengatur usaha-usaha yang memang bukan bidangnya, agar kinerjanya bisa lebih produktif dan pengawasannya bisa lebih efektif. 

Pewarta : muh Hasanuddin
Editor :
Copyright © ANTARA 2024