Makassar (ANTARA) - Pemerintah Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel) belajar (studi tiru) program iuran sampah gratis berdasarkan daya listrik rumah tangga ke Kota Makassar, dan saat ini mulai dijalankan.
Wakil Wali Kota Banjarmasin Ananda di Makassar, Kamis, mengatakan kunjungannya itu ingin konsultasi dan koordinasi terkait kebijakan penurunan dan penggratisan tarif retribusi iuran sampah berdasarkan daya listrik pelanggan yang dijalankan Pemerintah Kota Makassar.
"Kami datang melakukan konsultasi dan koordinasi ke Kota Makassar, karena ingin mempelajari secara langsung kebijakan pengurangan dan penggratisan iuran sampah yang diterapkan di Makassar," ujarnya.
Menurutnya, program itu menarik, karena selain berpihak kepada masyarakat yang tidak mampu, Makassar tetap mampu menjaga keberlanjutan operasional persampahan dengan kebijakan pro rakyat.
Ananda menyampaikan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Basirih di Kota Banjarmasin sudah ditutup secara mendadak oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) pada 1 Februari 2025.
"Sebelum saya dan Pak Wali Kota Makassar dilantik pada 20 Februari 2025, kami sudah menerima surat dari Kementerian Lingkungan Hidup yang meminta TPA Basirih ditutup," tuturnya.
Selain menghadapi krisis pengelolaan sampah, Pemerintah Kota Banjarmasin juga berhadapan dengan minimnya penerimaan iuran sampah dari masyarakat.
Dia menerangkan dengan jumlah penduduk sebanyak 682.360 jiwa, pendapatan retribusi sampah hanya mencapai Rp1,2 miliar per tahun, jumlah yang dinilai sangat kecil dan tidak mencukupi untuk membiayai operasional kebersihan kota.
"Terus terang jumlah itu tidak cukup, tetapi ada persepsi keliru di masyarakat bahwa hanya dengan membayar Rp2.000 sampai Rp3.000 per rumah sudah bisa membiayai penanganan sampah kota. Padahal, itu tidak realistis," tuturnya.
Ia mengapresiasi kebijakan tarif iuran sampah yang diterapkan Pemkot Makassar, karena lebih adil dan berkeadilan sosial.
Di Makassar, penentuan tarif dilakukan berdasarkan daya listrik pelanggan rumah tangga, sehingga warga miskin dengan daya listrik rendah dibebaskan dari pembayaran iuran, sementara warga mampu dikenai tarif lebih tinggi.
"Kalau di Banjarmasin selama ini kita mengikuti tarif berdasarkan tagihan PDAM, karena sambungan air bersih di kota kami sudah mencapai 99,9 persen. Tapi, setelah melihat sistem di Makassar, ini lebih progresif, karena klasifikasinya jelas, ada transparansi dan ada perlindungan sosial bagi masyarakat kurang mampu," terangnya.
Dia menegaskan kunjungannya bukan hanya untuk berdiskusi, tetapi juga ingin menyerap model kebijakan yang bisa diterapkan di Banjarmasin.
"Harapannya, kunjungan ini menjadi langkah awal kerja sama yang lebih luas. Kami ingin menggali potensi penerapan sistem seperti di Makassar, dimana masyarakat miskin dilindungi dan masyarakat mampu ikut bertanggung jawab melalui iuran yang lebih proporsional," ucapnya.