Makassar (ANTARA Sulsel) - Komisi A DPRD Makassar, Sulawesi Selatan, selama dua pekan melakukan inspeksi mendadak dan rapat dengar pendapat mendapat apresiasi dari masyarakat, namun tidak sedikit pejabat dan pengusaha memberikan tekanan, seperti terkait reklamasi pantai.

"Selama kami menggelar sidak dua pekan terakhir ini, banyak yang kebakaran jenggot. Yang jelas tekanannya sangat kuat, ada pejabat dan ada juga kalangan pengusaha," ujar Ketua Komisi A DPRD Kota Makassar Wahab Tahir di Makassar, Minggu.

Dia mengungkapkan, tekanan yang paling berat dan banyak sorotannya adalah pada masalah penimbunan laut dan reklamasi pantai di wilayah bagian barat Kota Makassar.

Khusus untuk penimbunan laut dan reklamasi pantai itu, belasan tahun sudah berlalu dan permasalahan perizinan tidak pernah bisa tuntas, apalagi setelah sidak bersama tim dari pemerintah kota dilaksanakan secara bersama.

"Masyarakat selalu menganggap, tidak ada hasil yang bisa didapatkan dari sidak kecuali pencitraan. Ini yang akan kami ubah paradigmanya di masyarakat. Kami akan lakukan semua hak-hak, termasuk hak politik untuk mengeluarkan rekomendasi penutupan atau penghentian usaha jika tidak berizin," tegasnya.

Legislator dari Fraksi Golkar itu menyebutkan, dirinya bersama tim dari pemkot akan kembali melakukan verifikasi faktual di lokasi penimbunan laut, kawasan Metro Tanjung Bunga.

Pada saat sidak dua pekan lalu, semua aktivitas penimbunan laut itu tidak ada yang mengantongi perizinan baik izin yang dikeluarkan oleh Dinas Tata Ruang, Dinas Perizinan, Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) serta Dinas Kelautan, Perikanan, Peternakan dan Pertanian.

Wahab menuturkan, pada Jumat lalu, Komisi A DPRD Makassar bersama seluruh pihak terkait dari pemkot serta pihak PT GMTD Tbk dihadirkan untuk melakukan rapat dengar pendapat membahas mengenai perizinan tersebut.

Pihak Pemkot Makassar menyebutkan jika semua rekomendasi yang dikantongi oleh GMTD bukanlah izin yang diperlukan untuk melakukan penimbunan, karenanya DPRD Makassar akan kembali melakukan verifikasi faktual.

Sidak ke beberapa titik penimbunan laut dan reklamasi pantai itu mengungkap fakta-fakta mengenai adanya pelanggaran-pelanggaran baik pelanggaran Undang Undang Lingkungan Hidup maupun Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

"Ini faktanya yang kita temukan di lapangan, semua aktivitas penimbunan laut itu tanpa disertai izin-izin mulai dari izin prinsip, izin penimbunan, izin reklamasi dan amdal juga tidak dimiliki. Makanya, ini harus dihentikan dan tidak boleh dilanjutkan," tegasnya.

Wahab yang juga legislator Golkar itu mengaku jika dalam penimbunan laut yang dilakukan oleh pihak swasta mendapatkan izin dari pemerintah kota, maka menjadi temuan pelanggaran yang secara sistematis.

Apalagi, lanjut dia, pengusaha yang menimbun laut di sekitar kawasan Tanjung Bunga itu berdasarkan peta sudah mencapai 58 hektare dan ditengarai telah bermasalah dengan hukum.

Karenanya, dia meminta jika aparat hukum tidak mampu menangani kasus penimbunan laut yang dilakukan secara sistematis antara pihak swasta dan pemerintah, maka KPK harus turun tangan melakukan pengusutan.

"Alasannya jelas, laut itu bukan milik orang per orang, apalagi korporasi. Ini milik negara yang jika ternyata dalam penimbunan itu diketahui oleh pemerintah, namun tidak ditindak maka KPK sendiri yang menjadi harapan masyarakat," jelasnya. T Susilo

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024