Makassar (ANTARA Sulsel) - Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto belum mengetahui kebijakan yang diambil Sekretaris Daerah, Ibrahim Saleh dalam mengangkat tim pembantu Pejabat sementara (Pjs) Direktur Utama PDAM.

"Saya kira Pak Ibrahim (Sekda) itu paham aturan dan tidak mungkinlah dia mengambil keputusan tanpa memberitahukan saya. Nanti saya lihat dulu apa yang dilakukannya," ujarnya di Makassar, Senin.

Ibrahim Saleh yang ditunjuk menjadi Pjs Dirut PDAM Makassar pada 2 Maret 2015, langsung menugaskan dua tim pembantu yakni seorang akademisi dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar Prof Dr Aminuddin Ilmar dan Arifuddin Hamarung.

Kedua tim pembantu yang mulai bekerja sejak ditunjuk jadi tim pembantu itu sudah diberikan upah masing-masing Rp15 juta.

Sebelumnya, Forum Informasi Komunikasi Organisasi Non Pemerintahan (FIK Ornop) Sulsel dan Anti Corruption Committe Sulawesi menyatakan jika Ibrahim Saleh yang baru sebulan diangkat menjadi pejabat sementara (Pjs) Direktur Utama PDAM mengambil kebijakan-kebijakan yang membebani keuangan perusahaan.

"Ada kejanggalan yang dilakukan oleh Pjs Dirut PDAM dan ini berdasarkan temuan kita. Direksi menggunakan anggaran perusahaan untuk membayar dua tenaga evaluasi yang masing-masing Rp15 juta per orangnya," ujar Koordinator Forum Informasi Komunikasi Organisasi Non Pemerintahan (FIK Ornop) Sulsel, Asram Jaya.

Dia mengatakan, kejanggalan dalam pembayaran itu bisa berimplikasi hukum. Akan tetapi, pihaknya bersama Lembaga Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi masih terus melakukan pendalaman dan memperkaya bukti-bukti lainnya.

Asram mengungkapkan, Pjs Dirut PDAM Makassar menugaskan dua tenaga pembantu yakni Prof Dr Aminuddin Ilmar dan Arifuddin Hamarung dan diupah senilai Rp15 juta.

Penugasan kedua tim pembantu ini sesuai dengan surat yang dikeluarkan oleh Pjs Dirut PDAM Ibrahim Saleh bernomor : 007/B.3b/lll/2015 dengan tanggal penetapan 2 Maret 2015.

Dalam surat penugasan yang dikeluarkan itu juga, Ibrahim tidak menembuskannya kepada Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto yang seharusnya diketahui oleh pemilik perusahaan tersebut.

Staf Badan Pekerja ACC Sulawesi, Wiwin Suwandi menambahkan, jika merujuk pada surat Kepala Badan Kepegawaian Negara No : K.26-20/V.24-5/99, menyangkut tata cara pengangkatan pegawai negeri sipil sebagai pelaksana tugas.

Dalam surat tersebut dijelaskan pada poin 2 ayat (f) dan (g), pejabat sementara (Pjs) memiliiki batas kewenangan yang tidak akan sama dengan dengan pejabat definitif.

"Sesuai dengan ilmu administrasi dan ketatanegaraan, jika Pjs itu tidak memiliki kewenangan yang sama dengan pejabat definitif. Jadi sungguh ironis jika seorang birokrat senior dan menjabat sebagai Sekda tidak mengetahui hal itu dan ini penyalahgunaan kewenangan," kata Wiwin.

Disebutkannya, wilayah kewenangan Pjs yang sifatnya sementara, tidak diperkenankannya mengambil kebijakan strategis dan jika berhubungan dengan kebijakan strategis itu harus atas persetejuan Wali Kota Makassar.

"Jadi pembentukan dua orang tenaga pembantu Pjs Dirut PDAM Makassar ini sudah ilegal dan cacat hukum. Penggunaan anggarannya juga sudah menyalahi ketentuan," jelasnya.

Bahkan, hal ini pula, lanjut Wiwin, berdasarkan keputusan Wali Kota Makassar pada poin ketujuh yang menyebutkan bahwa hal-hal yang belum diatur dalam keputusan ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaan akan diatur dan ditetapkan oleh pejabat sementara (Pjs) atas persetujuan Wali Kota Makassar.

"Dalam hal kewenangan Pjs ini, ada kejanggalan yang terlihat, seperti surat penugasan yang dibuat yakni Pak Ibrahim selaku Pjs yang tidak menembuskan kepada Wali Kota Makassar, padahal seharusnya itu melalui tembusan wali kota," tambahnya.  FC Kuen

Pewarta : M Hasanuddin
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024