Makassar (ANTARA Sulsel) - Komisi B Bidang Perekonomian dan Keuangan DPRD Makassar pesimistis Pemerintah Kota akan mampu mencapai target pendapatan asli daerah jika sejumlah satuan kerja perangkat daerahnya tidak mampu memberikan kontribusi sesuai dengan target.

"Hasil monitoring dan evaluasi triwulan pertama, belum ada satupun SKPD yang mampu memenuhi target. Jelas ini adalah salah satu ancaman kalau tidak diperbaiki," ujar Ketua Komisi B DPRD Makassar, Amar Busthanul di Makassar, Senin.

Pada rapat dengar pendapat dengan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Makassar, sekitar 45 persen pengusaha restoran yang ada di kota ini belum banyak yang menjalankan kewajibannya dengan baik.

Salah satu kewajiban pengusaha yang dimaksudkan adalah memungut pajak kepada pelanggan. Sedangkan sebagian pengusaha lainnya, meski telah memungut, namun dicurigai berbuat curang dalam penghitungan.

"Kami telah berkali-kali turun mengingatkan mereka, tapi sepertinya tidak ada perhatian," kata Kepala Bidang (Kabid) Pajak Restoran Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Amal Mahyuddin.

Dia mengkhawatirkan tahun ini Pemerintah Kota tidak dapat mencapai target pendapatan dari sektor pajak restoran jika tidak ada perubahan sikap para pengusaha.

Amal menyebutkan bahwa Pemkot Makassar melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2015 menetapkan sebanyak 912 restoran atau rumah makan yang terdaftar sebagai objek wajib pungut pajak.

Objek ini berdasarkan tingkat pemasukan harian yang di atas Rp250 ribu. Semua restoran itu diberi kewenangan untuk menarik pajak sebesar 10 persen dari jumlah pembayaran pelanggan.

Dari semua restoran yang terdaftar, Dispenda mengharapkan tahun ini terserap total pendapatan sebesar Rp98 miliar pajak daerah. Setiap bulan ditarget Rp8 miliar.

"Tetapi di triwulan pertama tahun ini hasilnya masih jauh di bawah harapan, sekitar Rp15 miliar saja. Harusnya kan bisa terkumpul Rp24 miliar," ujarnya.

Dinas, kata Amal, mencurigai banyaknya pengusaha yang memanipulasi data penghasilannya untuk menekan jumlah setoran pajak kepada pemerintah.

Namun mereka disebut tidak punya kewenangan untuk menggali lebih jauh soal itu, karena restoran sifatnya hanya wajib pungut. Dinas hanya mengolah uang dan laporan sesuai yang disetorkan oleh pengusaha.

Amal menambahkan, pengabaian kewajiban wajib pungut terjadi di hampir semua segmen usaha restoran. Mulai dari rumah makan di pinggir jalan hingga yang di dalam hotel berbintang.

Rumah makan yang ada di hotel-hotel bahkan disebutnya lebih parah, karena pengusahanya sebagian besar tidak menyetorkan pajak khusus restoran.

"Ini yang parah di hotel-hotel. Mereka menggabung dengan pajak hotel. Padahal aturannya, kedua pajak itu terpisah," sebutnya.

Dalam rapat dengar pendapat di DPRD, Komisi B Bidang Perekonomian dan Keuangan memanggil sejumlah pengusaha untuk mengetahui gambaran umum para pemungut pajak.

Pengusaha memaparkan setoran mereka belakangan ini, yang rata-rata di bawah Rp10 Juta per bulan. Perwakilan Warung Kopi Phoenam, Rocky mengatakan, rendahnya setoran dipengaruhi tekanan persaingan bisnis yang semakin ketat.

"Penghasilan terus menurun karena semakin banyak usaha saingan. Itu mempengaruhi jumlah pajak yang kami setor," katanya. FC Kuen

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor :
Copyright © ANTARA 2024