Makassar, (ANTARA Sulsel) - Tanah Indie Makassar bekerja sama dengan British Council telah melakukan riset ekonomi kreatif Kota Makassar yang dilakukan selama Januari hingga Mei 2015.

Peneliti Tanahindie.org terdiri dari Anwar Jimpe Rachman sebagai penanggung jawab, koordinator peneliti Muhaimin Zulhair A, dengan anggota Kurniawan, Muh. Ichsan, Aden dan Ibrahim Massidenreng.

Riset dilakukan dengan dua tujuan, yaitu untuk mengetahui subkategori ekonomi kreatif apa saja yang ada di Kecamatan Panakkukang dan untuk mengetahui kondisi ekonomi kreatif di Kota Makassar.

Ekonomi kreatif adalah penciptaan nilai tambah berbasis ide yang lahir dari kreativitas sumber daya manusia (orang kreatif) dan berbasis pemanfaatan ilmu pengetahuan, warisan budaya dan teknologi informasi.

Sedangkan industri kreatif, yaitu industri yang menghasilkan output dari pemanfaatan kreativitas, keahlian, dan bakat individu untuk menciptakan nilai tambah, lapangan kerja, dan peningkatan kualitas hidup (Kementerian Pariwisata 2014).

Riset ini memakai 15 subkategori, yaitu arsitektur, desain, film, video dan fotografi, kuliner, kerajinan, mode, musik, penerbitan, permainan interaktif, periklanan, penelitian dan pengembangan, seni rupa, seni pertunjukan, teknologi informasi dan televisi dan radio.

"Sebelum ada terminologi ekonomi kreatif pada umumnya kita hanya mengenal sektor informal dan formal maupun berdasarkan skala usaha yaitu besar, menengah, kecil dan mikro," kata penanggung jawab penelitian Anwar Jimpe Rachman.

Sekarang dengan poin utama kreativitas yang menghasilkan nilai ekonomi mebghadirkan istilah yang lebih energik untuk hadir.

"Apalagi fakta kerasnya setiap tahun dua juta angkatan kerja baru dihasilkan, namun hanya 800 ribu yang terserap di pasar kerja," katanya.

Pengistilahan ekonomi kreatif bermula di Inggris pada era pemerintahan Partai Buruh PM Tony Blair pada tahun 1997. Setahun kemudian pemerintah Inggris mengeluarkan laporan ekonomi kreatif pertama yang sedikit banyak berisi tentang tenaga kerja, nilai dan kota kreatif.

Terdapat perubahan pola yaitu pola kecerdasan individual ekonomi konvensional berubah menjadi kecerdasan kolektif di era ekonomi kreatif dengan model yang terbuka dan berjejaring.

"Di Indonesia pengarusutamaan istilah ini banyak bergaung di era Marie Elka Pangestu. Sampai tahun ini progress secara institusional dan kewenangan terus terlihat dalam pembentukan BEK (Badan Ekonomi Kreatif)," kata Anwar Jimpe Rachman.

Secara kondisi ekonomi sosial politik baik nasional maupun kota-kota yang mempunyai pemimpin dari golongan muda pastinya ekonomi kreatif mendapatkan momentumnya. Fenomena ini menyangkut suasana dan iklim kota dengan penanda generasi yang berdinamisasi semakin kompleks.



Hasil Riset

Riset ini menghasilkan data, yaitu di Kecamatan Panakkukang terdapat heterogenitas cukup tinggi dengan memiliki 11 subkategori ekonomi kreatif dari 15 subkategori yang dipakai.

Kecamatan tanpa garis pantai ini mempunyai tiga subkategori teratas, yaitu 53 persen kuliner (132 pelaku usaha), advertising 24 persen (61 pelaku usaha) dan fashion 15 persen (37 pelaku usaha).

Jika dilihat dari zonasi wilayah dua jalan (Boulevard dan Pengayoman) layak dijadikan kawasan fashion dan mode. Hal tersebut memberikan tanda bahwa kawasan itu sebagai tempat teratas dalam fenomena mode/fashion di Makassar.

"Tapi sayangnya kondisi jalan utama Boulevard kesehariannya begitu berdebu dan belum memiliki fasilitas penunjang pejalan kaki," ujar koordinator peneliti Muhaimin Zulhair A.

Untuk kondisi ekonomi kreatif di Makassar peneliti membedakan menjadi dua pendekatan aktor yaitu komunitas dan non-komunitas.

Komunitas bertumbuh meriah terutama setelah 2010 berpararel dengan intensitas penggunaan internet dan media sosial yang memungkinkan terjadinya pertemuan-pertemuan produktif serta penyebarluasan ide-gagasan.

Sedangkan sebelum tahun 2010 warung kopi mempunyai andil yang besar dalam menciptakan ruang kreatif.

"Jika mundur lagi sedikit kebelakang, momentum ekonomi sosial politik pascareformasi 1998 memungkinkan anak muda pada eranya memikirkan dan melakukan sesuatu yang kreatif," katanya.

Terdapat perbedaan isu antara nasional (Jakarta) dan daerah ini. Jika nasional sering mengeluhkan mengenai permasalahan hak cipta justru dari wawancara tim dengan salah satu pelaku industri kreatif tidak terlalu mempermasalahkan hal itu.

"Jika sesuatu yang baik ditiru silahkan ditiru. Jika ditiru berarti informasi tentang Makassar semakin banyak artinya semua untuk kebaikan Makassar," ucap Wahyu pembuat aplikasi Jappa-jappa sebagaimana disampaikan ke peneliti.

Hal ini menandakan ada "idealitas" yang dipegang oleh pelaku industri kreatif yang tidak melulu mengarah pada profit oriented atau "ketakutan" kehilangan nilai ekonomi.

Pelaku ekonomi kreatif komunitas yang umumnya saling mengenal ini membuat relasi emosional dan kultural sebagai modal sosial pengikat jejaring dan supporting system.

Kemeriahan juga terlihat di musik, baik dari semakin beragamnya genre maupun skena musik. Hal ini menandakan bahwa apresiasi musik semakin baik. Apalagi acara-acara tersebut direkam dengan baik oleh media alternatif dengan menghidupkan kebiasan tulis-menulis di kalangan anak muda.

Emansipasi gender dalam beberapa komunitas justru melibihi emansipasi gender ala politik electoral yang hanya menyebutkan kisaran 30 persen keterwakilan.

Beberapa komunitas diisi oleh perempuan yang bertarung secara ide dan aksi dalam mewujudkan suatu hal yang ideal menurut mereka. Sosok perempuan tampil lebih aktif dan energik.

Bagi pelaku ekonomi kreatif nonkomunitas, individu misalnya, kerajinan telah ada sejak puluhan tahun silam. Seperti salah satu narasumber peneliti yang memulai usaha sejak tahun 1975.

Jejaring yang dibina melalui tatap muka langsung/offline menjadi andalan pelaku ekonomi kreatif ini untuk tumbuh dan bertahan.

"Ruang yang memungkinkan untuk berjejaring offline bagi nonkomunitas yaitu pertemuan di penyuplai barang dan sebagainya dengan metode rekomendasi mulut ke mulut. Ada juga yang berkembang dengan memanfaatkan jejaring keluarga dan modal sosial yang telah eksis sebelumnya," katanya.



Rekomendasi

Penelitian ini menghasilkan 10 rekomendasi di antaranya mendorong semua pihak menjaga momentum meriahnya ekonomi kreatif di Kota Makassar dengan terus berjejaring, berkegiatan dan terbuka.

Mengoptimalisasi ruang untuk berproduksi ataupun memamerkan karya kepada publik untuk menyiasati minimnya ruang publik dan acara yang berbiaya mahal/tinggi.

Kota ini membutuhkan sentuhan seni yang lebih banyak lagi baik melalui manifestasi langsung maupun melalui pendekatan institusional yang menyasar generasi seperti pendidikan dan pementasan seni lokal di jenjang pendidikan dasar sampai atas.

Dari segi kinerja pemerintahan telah ada gerak yang terlihat untuk mendukung ekonomi kreatif ini. Dibutuhkan insentif yang lebih berpihak kepada pelaku ekonomi kreatif seperti kemudahan izin, biaya sewa tempat yang terjangkau, insentif pajak, penambahan/pemolesan ruang publik dan sebagainya.

Insentif tersebut guna menciptakan iklim dan nuansa yang mendukung. Data kuantitatif ekonomi kreatif Kota Makassar masih minim. Hal ini diharapkan ke depannya pemerintah membuat data kuantitatif yang "reliable".

"Tentunya jika kita membayangkan Makassar 10 - 20 tahun lagi selain kemacetan dan tekanan kota yang bertambah kita membutuhkan kota yang `livable city`. Seni, generasi muda, ekonomi kreatif dan kemeriahan lainnya diharapkan dapat membentuk kota yang semakin baik," ujar peneliti lain Kurniawan.

Pewarta : Agus Setiawan
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024