Makassar (ANTARA Sulsel) - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sulawesi memberikan catatan evaluasi kinerja Kepolisian Republik Indonesia di wilayah pulau Sulawesi.

"Kami mengucapkan selamat hari Bayangkara ke 69 tahun buat Polri dan memberikan hadiah berupa catatan atas kinerja dengan menyoroti sejumlah pelanggaran yang terjadi kepada masyakat sipil dan pers," ujar Wakil Koordinator Kontras Sulawesi, Nasrum, Rabu.

Dalam keterangan tertulisnya, KontraS tetap mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk tetap mendukung institusi Polri demi memaksimalkan kinerjanya menjadi Polisi yang berpihak pada demokrasi dan sipil, namun pelanggaran harus tetap diadili.

Ia menyebutkan pelanggaran HAM atas kekerasan yang dilakukan aparat Polri di wilayah Sulawesi, kemudian respon penegakan hukum dalam ranah tugas pokok kepolisian; dan pemaksimalan pengawasan eksternal kepolisian

"Catatan terhadap kinerja Polri ini didasarkan pada pemantauan kinerja institusi kepolisian di wilayah Sulawesi selama enam bulan, mulai Januari hingga akhir Juni 2015," ucapnya.

Selain itu juga lanjutnya, mengulik beberapa penanganan kasus pada tahun sebelumnya, yang hingga sekarang masih menjadi pekerjaan rumah untuk diselesaikan oleh kepolisian.

Menurutnya, pelanggaran HAM yang dilakukan aparat Polri masih mencakup pada tindakan penyiksaan, penganiayaan, penangkapan sewenang-wenang kepada masyakat sipil; juga, terdapat tindakan intimidasi dan kriminalisasi khususnya pada penanganan konflik sengketa lahan bahkan terjadinya pelecehan seksual.

"Upaya pemberantasan terorisme, aparat kepolisian masih kerap melakukan penggunaan kekuatan berlebihan dan penyalahgunaan kewenangan, termasuk tindakan pembiaran dan pembatasan kebebasan berekspresi dan kerja-kerja jurnalistik," ungkapnya.

Menurut kebijakan internal pada Peraturan Kapolri nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian, tetapi pada pelaksanaannya di salahgunakan dan pelanggaran Perkap tersebut terus terjadi di lapangan.

Berdasarkan data kontraS pada kondisi korban atas tindak kekerasan dilakukan anggota polri di Sulawesi pada medio Januari-Juni 2015 yakni luka-luka sebanyak 38 orang, terintimidasi 27 orang, ditahan 18 orang, bebas sembilan orang, dan meninggal dunia tujuh orang.

"Praktik penyiksaan dalam tahanan sebagai upaya menggali informasi dari para tersangka kasus tertentu masih saja dilakukan. Tindakan penyiksaan ini tidak hanya dilakukan saat proses interogasi, namun selama dalam tahanan," bebernya.

Selain itu kasus yang mengemuka adalah pada penembakan mencapai 27 kasus, salah tangkap 18 kasus, pembatasan kebebasan 13 kasus, intimidasi sembilan kasus dan penyiksaan empat kasus.

Kendati penggunaan senjata api secara berlebihan, lanjutnya, mendominasi tindak kekerasan yang dilakukan anggota kepolisian. Sebanyak 18 peristiwa penembakan terjadi umumnya meliputi salah tembak, penembakan target terduga kelompok sipil bersenjata dan penembakan terduga tersangka kasus kriminal,

"Termasuk penembakan dalam konteks penanganan konflik sengketa lahan. Akibatnya, empat orang meninggal dan 22 orang menderita luka-luka," sebut ujar pria disapa akrab Accunk itu

Sementara dalam penanganan maraknya `begal` motor di beberapa wilayah di Sulawesi, kata dia, anggota kepolisian masih saja menindak para tersangka dengan melepas tembakan yang umumnya terjadi pada saat proses penangkapan.

"Pembatasan masih di lakukan seperti kebebasan berekspresi dan kebebasan pers dalam penanganannya terlihat adanya arogansi kepolisian. Ada tujuh peristiwa yang direspon kepolisian dengan tindakan penganiayaan, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang yang berujung pada tindakan kriminalisasi, dan intimidasi serta pembiaran," tandasnya. Ridwan Ch

Pewarta : Darwin Fatir
Editor :
Copyright © ANTARA 2024