Makassar (ANTARA Sulsel) - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Sulawesi menilai sejumlah kasus kekerasan terhadap aparat hukum baik institusi Polri dan TNI sudah pada level bahaya dan patut ditangani secara serius termasuk segera membentuk tim investigasi.

"Kami melihat dalam sejumlah kasus berdasarkan peristiwa kekerasan aparat sudah sangat kritis dan serius yang harus dievaluasi segera. Untuk itu harus ada pengungkapan kasus dan membetuk tim khusus antar kedua institusi," ujar Wakil Koordinator Kontras Sulawesi Nasrum, Senin.

Dia menyebutkan kasus kekerasan aparat terbaru kembali terjadi di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Dua anggota TNI dikeroyok sekitar 20 orang tidak dikenal dengan ciri-ciri berbadan tegap datang secara tiba-tiba. Salah satunya Pratu Aspring Mallombasang kesatuan Yonif 433 Kostrad tewas dengan luka bacokan.

Berdasarkan informasi yang masuk, kejadian pada Minggu 12 Juli 2015 pukul 01.30 WITA di area parkir lapangan Syeh Yusuf, Jalan Masjid Raya Kelurahan Sungguminasa, Kecamatan Sombaopu, Kabupaten Gowa. Korban meninggal dunia dengan luka bacokan senjata tajam di bagian dada kiri.

Sementara rekannya Pratu Rahman Paturahman kesatuan TNI Denma Brigif 3 Kostrad berhasil lari dari pengeroyokan dan selamat namun mengalami luka tikaman senjata tajam pada punggung sebanyak tiga kali.

"Pengungkapan pelaku kedua insitusi keamanan baik TNI maupun Polri harus mengedepankan proses dan aturan hukum. Selain itu Pangdam VII Wirabuana bersama Kapolda Sulsebar mesti memastikan pemberian sanksi tegas bagi pelaku bila ditemukan melalui proses hukum yang adil dan transparan kepada publik," ucapnya.

Selain itu pihaknya juga meminta agar Komisi Polisi Nasional beserta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sebagai institusi pengawas eksternal segera dilibatkan sebagai upaya dalam pengungkapan peristiwa tersebut untuk tidak terus menjadi bara ajang balas dendam.

Pihak Kontras Sulawesi menduga aksi pengroyokan dan berakhir penikaman menghilangkan nyawa orang berkaitan dengan kasus pengeroyokan aparat Polri pada 2 Juli di bundaran Samata Gowa, Kecamatan Sombaopu. Lima aparat polisi satuan Patmor Sabhara saat itu menjadi korban pengeroyokan dan pembacokan diduga orang berbadan tegap.

Pada persitiwa itu Brigpol Irfan Udin meninggal di tempat, dan dua lainnya mengalami luka berat. Selain itu peristiwa salah tangkap terhadap anggota TNI Prada Anwar Slamet terjadi pada 5 Juli 2015 dini hari. Anwar dituduh melakukan penyerangan pos polisi dan saat di bawa ke Markas Brimob matanya di tutup lakban.

Aksi pembacokan dan penikaman terhadap kedua anggota TNI, kata dia berdasarkan informasi yang dihimpun diduga kuat adanya informasi menyebutkan sebelum aksi dilakukan, para pelaku mengidentifikasi kedua korban bahwa untuk memastikan keduanya adalah anggota TNI.

Kendati pihaknya memberikan apresiasi kepada Kapolda Sulsebar dan Pangdam VII Wirabuana saat melakukan pertemuan lalu menunjuk Wakapolda Sulselbar Brigjen Ike Edwin memimpin langsung pengungkapan kasus tersebut, namun semua pihak harus menahan diri.

"Pemimpin dua institusi ini harus tegas dan mampu mendisplinkan setiap anggotanya untuk tunduk dan patuh pada aturan hukum yang berlaku baik ditingkat Polres hingga Polsek setempat, dan jangan main hakim sendiri tanpa melihat aturan yang ada," paparnya.

Ancunk yang akrab disapa tersebut menyatakan, fatalnya peristiwa tentu berdampak luas terhadap situasi dan kondisi masyarakat terutama di Kabupaten Gowa temasuk pelayanan. Apalagi situasi saat ini memasuki masa perayaan hari raya idul fitri bagi umat islam sangat berdampak.

"Pernyataan KSAD Jenderal Gatot Nurmantyo secara tegas menyerahkan sepenuhnya kasus ini kepada pihak kepolisian. Upaya ini sudah semestinya berjalan di dua institusi itu agar dapat mengontrol jajaran anggotanya di tingkat bawah untuk patuh dan tunduk pada putusan kedua institusi," harapnya.

Pewarta : Darwin Fatir
Editor :
Copyright © ANTARA 2024