Makassar (ANTARA Sulsel) - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat membantah penanganan kasus dugaan korupsi pada pengelolaan lahan Terminal Kargo (Pelitagro) Makassar di Parangloe, Kecamatan Tamalanrea, Makassar, dihentikan.

"Kasus ini masih terus berjalan dan tidak dihentikan. Tidak benar kalau ada informasi yang mengatakan kasusnya sudah dihentikan," tegas Koordinator Pidana Khusus Kejati Sulselbar, Noer Adi di Makassar, Rabu.

Dia mengatakan, kasus Pelitagro sejauh ini masih dalam tahap penyelidikan, sehingga bukti-bukti melawan hukum dalam kasus ini masih terus didalami.

Terkait hasil ekspose dalam kasus tersebut, Noer mengungkap bahwa kasus tersebut belum bisa ditingkatkan ke penyidikan dikarenakan tim penyelidik belum menemukan alat bukti yang cukup.

"Ini yang harus diketahui bahwa kasus yang masih dalam tahap penyelidikan masih membutuhkan banyak data-data dan fakta untuk meningkatkan statusnya ke penyidikan. Kalau belum cukup alat buktinya, yah kita selidiki lagi," katanya.

Meskipun demikian, dia juga tidak menampik jika dalam kasus ini pihak penyidik akan kembali membuka kasus ini, apabila di kemudian hari ada ditemukan lagi bukti baru.

"Secara tegas saya katakan, bahwa kasus ini tidak pernah dihentikan dan kasus ini akan terus berjalan. Jika fakta-faktanya di kemudian hari ditemukan maka, langsung kita lanjutkan lagi," jelasnya.

Sebelumnya, Pengacara PT Pelitagro Mustika Karya, Faisal Ibnu Samad membantah jika kliennya Mustafa Dadi tidak pernah melakukan penjualan aset milik Pemerintah Kota Makassar yang sekarang dikuasai hingga 30 tahun itu.

"Tidak benar ada penjualan aset di sana, yang ada itu adalah mengalihkan hak penggunausahaan atas satuan-satuan gudang, kios, lods dan toko," ujarnya.

Ia mengatakan, pengelola terminal kargo milik pemkot yang terletak di Parangloe, Makassar tidak berani melakukan penjualan lahan karena sertifikatnya masih dikuasai oleh pemerintah kota.

Namun yang di jual oleh pihak perusahaan hanya menjual Hak Guna Bangunan (HGB) di atas Hak Pengelolaan Lahan (HPL). Hal tersebut sudah sesuai dengan perjanjian dengan pihak Pemkot dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 17 Tentang Pengelolaan Aset Daerah.

"Perlu dipahami, bahwa yang di jual itu HGB, bukan aset. HGB ini bisa di jual pada user atau pengguna, selama masih ada masa kontraknya antara pengelola dengan pemerintah kota. Jika masa kontrak 30 tahun berakhir, maka HGB itu kalau tidak diperbaharui akan kembali ke pemerintah," katanya.

Dia menyebutkan, dalam waktu 30 tahun pihak perusahaan akan menguasai lahan tersebut terhitung sejak tahun 2006. Dan jika waktu 30 tahun tersebut sudah habis masa kontraknya dan HGB tidak diperpanjang oleh perusahaan maka pemkot berhak untuk mengambil lahan tersebut.

"Ya, sekarang yang berkembang itu PT Pelitagro menjual lahan aset Pemkot. Kami tidak pernah menjual aset lahan kota. Sertifikatnya masih ada sama pemerintah. Kita tidak pernah melanggar Permendagri. Selama 30 tahun tanah itu akan dikemblikan. HGB itu legal. Bangunan itu hanya berlaku 30 tahun saja. Kalau tidak diperpanjang HGB-nya akan dikembalikan ke pemerintah," sebutnya.

Menurut Mustapa, luas lahan yang dikerjasamakan Pemkot Makassar dengan PT Pelitagro itu seluas 15 hektare (ha) dan sampai saat ini sudah ada sekitar 10 hektare yang sudah diberdayakan, sisanya hanya lima hektare.

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024