Kupang (ANTARA Sulsel) - Pengamat hukum administrasi negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Dr Johanes Stefanus Kotan SH.MHum berpendapat, peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) sangat diperlukan untuk menyelamatkan pilkada serentak pada 9 Desember 2015.

"Perppu itu dikeluarkan bukan karena adanya kekosongan hukum, tetapi karena keadaan genting yang memaksa. Saat ini pilkada serentak sedang bergulir, namun kegentingan memaksa karena muncul pasangan calon kepala daerah tunggal pada sejumlah daerah," kata Kotan dalam percakapannya dengan Antara di Kupang, Kamis, terkait wacana Perppu pilkada.

Menurut dia, untuk menyelamatkan pilkada serentak 2015, tidak bisa dengan merevisi undang-undang karena mengubah undang-undang membutuhkan waktu yang cukup lama.

"Karena itu, perlu dikeluarkan Perppu untuk mengatasi keadaan genting ini, sambil menunggu proses revisi UU Pilkada untuk kepentingan ke depan," kata dosen pada Fakultas Hukum Undana Kupang itu.

"Jadi saya ingin memberi penegasan bahwa Perppu diterbitkan bukan karena adanya kevakuman hukum, tetapi karena keadaan genting yang harus diselamatkan," tambah mantan Ketua Program Studi Magister Hukum Undana Kupang itu.

Pandangan senada disampaikan pula pengamat hukum administrasi dari Fakultas Hukum Undana Kupang Dr Johanes Tubahelan SH.MHum.

"Dalam UU Pilkada, belum diatur tentang calon tunggal dalam suatu proses pilkada. Sehingga Perppu merupakan pilihan terbaik dalam mengatasi krisis politik pilkada saat ini," ujarnya.

Menurut mantan Ketua Ombudsman RI Perwakilan NTT-NTB, Perppu sangat diperlukan untuk mengatur agar tahapan pelaksanaan pilkada tetap berjalan, tanpa harus terganjal dengan calon tunggal.

"Jika Presiden tidak menerbitkan Perppu maka sulit ada jalan keluar karena Komisi Pemilihan Umum tidak berani mengambil sikap untuk menyelesaikan permasalahan ini," katanya.

Kotak kosong

Sementara itu, pengamat hukum dan politik dari Fakultas Hukum Undana Kupang Nicolaus Pira Bunga SH.MHum mengatakan penundaan pilkada hanya karena calon tunggal, rasanya tidak adil bagi partai politik yang sudah siap bertempur dalam arena politik lima tahunan itu.

"KPU sebagai penyelenggara pilkada dapat menyiapkan sebuah kotak kosong sebagai lawan tanding dari calon tunggal yang sudah terdaftar. Tinggal rakyat memilih, kotak yang berisi nama calon atau kotak tanpa isi. Ini juga bagian dari demokrasi," ujarnya.

Menurut dia, KPU harus tegas dalam menyikapi masalah ini, terutama pada parpol yang sudah mendeklarasikan "jagonya", namun tidak mendaftar pada saat KPU membuka jadwal pendaftaran.

"Jika pada saat pelaksanaan pendaftaran calon, parpol peserta pemilu juga tidak mendaftarkan pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah, maka pasangan tersebut langsung didiskualifikasi," katanya menegaskan.

Pewarta : Bernadus Tokan
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024