Makassar, (Antara Sulsel) - Gabungan Perusahaan Kelapa Sawit menyerukan gerakan menyelamatkan kelapa sawit nasional dengan tajuk "Save Palm Oil Save Indonesia" karena saat ini mendapat tekanan masif dari negara maju melalui lembaga swadaya masyarakat asing dan lokal terafiliasi.

"Termasuk di tengah-tengah terjadinya bencana kebakaran, di mana perkebunan kelapa sawit dipojokkan sebagai biang," ujar Juru Bicara Gabungan Perusahaan Kelapa Sawit (GAPKI) Tofan Mahdi ketika dihubungi di Jakarta, Selasa.

Faktanya, ujar dia, data Global Forest Watch (GFW) per 21 September 2015 menyebutkan titik api yang berasal dari konsesi perkebunan kelapa sawit hanya 16 persen dari total titik api yang muncul di Sumatra dan Kalimantan.

"Sebagian besar atau 55 persen titik api berasal dari luar areal konsesi perusahaan. Sepertinya, suara LSM sudah menjadi suara Tuhan. Tuduhan ini semakin memperberat langkah petani dan pelaku usaha kelapa sawit untuk terus mewarnai dan memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian," katanya.

Padahal, sektor kelapa sawit menyumbang devisa ekspor hingga 21 miliar dollar AS pada 2014 yang merupakan sumbangan devisa terbesar dari sektor nonmigas.

"Devisa ini mampu menyelamatkan defisit neraca perdagangan dan kurs rupiah pun `hanya` jatuh di level Rp 14.300 per US dollar. Di tahun yang sama, sedikitnya lima juta warga bangsa terlibat secara langsung dalam mata rantai sektor kelapa sawit baik sebagai petani, pelaku usaha, pemasok dan banyak pola kemitraan yang lain," katanya.

Artinya, ujar dia, sedikitnya 20 juta warga negara Indonesia hidup dan menggantungkan kehidupannya dari sektor perkebunan kelapa sawit.

"Indonesia adalah produsen minyak sawit mentah (CPO/ crude palm oil) terbesar di dunia. Dan hanya komoditas inilah yang mampu membawa tropi juara satu bagi bangsa Indonesia di kancah dunia. Bukan minyak mentah, batubara, beras, emas, juga bukan dari cabang olahraga badminton, panahan, apalagi sepakbola," katanya.

Dia mengatakan hanya sawit yang menempatkan Indonesia pada posisi nomor satu di dunia.

"Sayangnya, negara-negara maju tidak berkenan Indonesia bisa menjadi nomor satu. Apalagi ketika bahan bakar fosil semakin habis, minyak sawit bisa dikembangkan sebagai bahan baku energi alternatif. Bukan tidak mungkin, bangsa ini kelak bisa menjadi pusat energi dunia," katanya.

Dia mengatakan saat ini harga sawit anjlok karena melemahnya ekonomi global dan efek dari upaya sistematis menekan daya saing sawit di pasar global. Harga CPO saat ini adalah 460 per ton dollar AS per ton, sedangkan harga CPO pernah menembus di atas 1.100 dollar AS per ton di era tahun 2010-2011.

Pewarta :
Editor : Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024