Kupang (ANTARA Sulsel) - Pangkalan Utama Angkatan Laut (Lantamal) VII Kupang mengklaim bahwa sejauh ini belum ada laporan nelayan Kupang, kepada mereka soal banyaknya nelayan penguna alat tangkap tidak ramah lingkungan (trawl) yang berkeliaran di perairan NTT.

"Nelayan-nelayan Kupang itu melaporkan ke mana? Jangan melaporkan ke pihak keamanan laut yang lain, karena untuk menjaga wilayah laut yang luas di NTT ini TNI AU mempunyai peran yang sangat signifikan," kata Wakil Komandan Lantamal VII Kolonel Laut Dafit Santoso kepada Antara di Kupang, Senin.

Sebelumnya, sejumlah nelayan di Kelurahan Namosain, Kupang Kota merencanakan pada Oktober 2015 nanti pihaknya akan menggelar sumpah adat bagi nelayan yang merusak kelestarian ekosistem laut, terutama pukat harimau (trawl) yang beroperasi di wilayah perairan NTT.

Sumpah adat ini sengaja dilakukan oleh para nelayan tersebut sebagai ungkapan kekecewaan mereka terhadap aparat keamanan yang tidak sanggup memberantas kapal-kapal trawl tersebut.

Namun menurut Dafit, sejauh ini Lantamal VII Kupang sendiri mendapat bantuan dari kapal patroli dari Surabaya untuk memantau serta mengawasi wilayah perairan NTT dari nelayan pengguna alat tangkap tidak ramah lingkungan (trawl).

"Sejauh ini memang kami belum temukan adanya nelayan-nelayan dari luar NTT yang menggunakan cantrang atau pukat harimau di perairan NTT ini. Tetapi kalau ada nelayan-nelayan kita yang menemukan, harap segera melaporkan kepada kami," ujarnya.

Sebab, menurutnya pengawasan laut yang luar itu, bukan hanya bagian dari kerjanya Lantamal VII Kupang atau TNI AL tetapi semua pihak termasuk masyarakat.

Menanggapi, sumpah adat yang akan dilakukan oleh nelayan Namosain Kota Kupang tersebut, Dafit mengatakan akan sangat mendukung.

"Perlu diapresiasi rencana itu. Ini merupakan kegiatan positif dari nelayan kita. Saya sepakat kalau memang hukum dari pemerintah tidak mempan, kita pake hukum adat saja," ujarnya.

Apalagi menurutnya, hukum adat yang dimiliki masyarakat Timur, khususnya masyarakat adat Kupang sangat kuat. 

Pewarta : Kornelis Kaha
Editor :
Copyright © ANTARA 2024