Makassar (ANTARA Sulsel) - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sulawesi mendesak Kapolda Sulawesi Selatan dan Barat Irjen Pol Pudji Hartanto Iskandar untuk menghentikan dugaan kekerasan aparat terhadap warga di Seko, Luwu Utara.

"Kami mendesak Kapolda Sulselbar menghentikan dugaan tindak kekerasan aparat kepada warga Seko dan menarik seluruh pasukan Brimob yang berada di Kecamatan Seko, Lutra," kata Badan Pekerja KontraS Asyrari Mukrim dalam siaran persnya diterima Sabtu.

Selain itu pihaknya juga mendesak Kapolres Luwu Utara AKBP Muhammad Endro melepaskan seluruh massa aksi yang telah ditangkap dan ditahan serta menjelaskan secara transparan keterlibatan aparat kepolisian dalam persoalan yang terjadi di Seko.

"Hentikan tindakan intimidasi dan kekerasan terhadap warga Seko dan penuhi hak-hak warga Seko. Pemerintah Daerah Seko dan Luwu Utara mesti membuka secara transparan persoalan yang terjadi di Seko dan memberi ruang mediasi kepada warga sehingga tuntutan bisa dipenuhi," tegasnya..

Menurut dia tindakan penangkapan dan penahanan warga serta adanya indikasi penganiyayaan di duga dilakukan aparat kepolisian kepada mahasiswa saat aksi demonstrasi penolakan pembangunan PLTA di tanah adat masyarakat Seko adalah pelanggaran HAM.

Sebelumnya beredar informasi akan ada rencana penangkapan warga seko bila melakukan demonstrasi pada Kamis 22 Oktober 2015, kemudian pada Jumat 23 sekitar pukul 13.00 WITA sekitar 20 mahasiswa asal SKO melakukan aksi penolakan pembangunan PLTU tersebut.

Unjukrasa diawali di depan Monumen Tugu Masamba Affair, kemudian melanjutkannya dengan long-march (berjalan kaki) ke Mapolres Luwu Utara. Mendekati Polres tersebut sejumlah polisi membubarkan aksi dan menangkap para pendemo bahkan diduga diwarnai tindakan penganiyayan.

"Tindakan oleh aparat kepolisian ini jelas telah melanggar hak warga atas kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat, ketiadanya penghargaan dan penghormatan atas hak asasi manusia dan melanggar sejumlah aturan diantaranya UUD RI 1945 pasal 28E tentang jaminan dan perlindungan atas kebebasan berekspresi," sebutnya.

Sementara Kadiv Advokasi dan Kampanye KontraS Sulawesi Andi Ismira menambahkan, aparat juga melanggar Perkap nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam penyelenggaraan Tugas Kepolisian dan UU No. 12 tahun 2005 tentang pengesahan Kovenan Hak Sipil dan Politik.

"Tindakan seperti ini akan menjadi rentetan panjang serta memperburuk citra institusi kepolisian di mata masyarakat," ujarnya.

Pewarta : Darwin Fatir
Editor :
Copyright © ANTARA 2024