Makassar (ANTARA Sulsel) - Lembaga Studi Kebijakan Publik (LSKP) merilis data partisipasi pemilih pada 10 momen pemilihan umum (Pemilu) yang tingkat partisipasinya kurang dari 75 persen.

"Partisipasi pemilih selama 10 momen pemilu tidak ada yang mencapai angka 80 persen dan ini adalah faktanya," kata Penanggung jawab Riset LSKP Salma di Makassar, Selasa.

Dia mengungkapkan, 10 momen Pemilu itu dimulai pada pemilihan legislatif (Pileg) 2004 di mana jumlah partisipasi pemilihnya di Kota Makassar hanya 75,92 persen.

Pemilihan Presiden (Pilpres) 2004, jumlah partisipasi pemilih 72,66 persen. Pemilihan Gubernur (Pilgub) 2007, partisipasi pemilihnya 54,24 persen dan Pemilihan Wali Kota (Pilwali) 2008 partisinyas 57,92 persen.

Kembali Pemilu digelar pada 2009 dan di mulai pada Pileg, partisipasi pemilihnya 57,53 persen, Pilpres (65,16 persen), Pilgub 2013 (60,54 persen), Pilwali 2013 (59,94 persen), Pemilu legislatif 2014 (63,43 persen) dan terakhir Pilpres 2014 tetap di angka 63,34 persen.

"Jadi berdasarkan data partisipasi ini memang fluktuatif. Jumlah partisipasi pemilih terbesar selama 10 tahun itu hanya terjadi pada Pemilu Legislatif 2004 karena mencapai angka 75 persen lebih, selebihnya terus turun dan sangat tajam," katanya.

Salma menyebutkan, rendahnya pendidikan politik tergambar dari sejumlah alasan masyarakat tidak menggunakan haknya sebagai pemilih. Alasan tersebut antara lain apatis dan jenuh karena pemilu dianggap tidak memberikan perubahan.

Selain itu, pemilih juga cenderung tidak mengetahui latar belakang calon yang akan dipilih. Belum lagi adanya provokasi dari orang tertentu untuk tidak ikut memilih.

Menurut dia, ketidakhadiran pemilih juga dipengarui oleh sejumlah masalah teknis. Di antaranya tidak mendapatkan undangan memilih atau punya kesibukan lain.

Namun hal tersebut dianggap tidak terlalu signifikan mengingat, peraturan teranyar KPU meringankan masyarakat untuk menggunakan haknya. Misalnya dengan menggunakan KTP atau Kartu Keluarga (KK) sebagai pengganti undangan memilih atau membolehkan memilih di luar tempatnya terdaftar.

Dari hasil riset tersebut, LSKP merekomendasikan kepada KPU Kota Makassar untuk menyusun strategi peningkatan pendidikan politik yang ditujukan untuk masyarakat.

Salma menyebutkan, hal itu bisa dilakukan antara lain melalui sosialisasi yang meluas dan menjangkau berbagai golongan, serta melibatkan berbagai organisasi kemasyarakatan, kepemudaan, dan keagamaan.

"Di sisi lain, partai politik serta anggota parlemen perlu memperkuat hubungan mereka dengan konstituen. Perlu komunikasi politik yang lebih intens. Jangan sampai hanya datang kepada masyarakat jelang pemilihan," sebutnya.

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor :
Copyright © ANTARA 2024