Palu (ANTARA Sulsel) - Pemerintah Kota Palu diminta untuk segera menghentikan aktivitas reklamasi pantai Teluk Palu dengan mencabut izin reklamasi milik PT Mujur Gemilang Abadi (MGA) karena tidak memiliki landasan yuridis.

"Pemkot Palu harus segera mencabut izin reklamasi milik PT.MGA," kata Kepala Devisi Riset dan Kampanye LSM Relawan Untuk Orang dan Alam (ROA) Sulteng Gifvents Lasimpo di Palu, Senin.

Gifvents menilai Pemkot Palu tidak memiliki landasan yuridis dalam memberikan izin atau rekomendasi reklamasi (penimbunan pantai) kepada PT GMA milik Rizal Tjahyadi.

Izin reklmasi perusahaan itu yang mencapai 9.550 meter persegi kemudian ditambah menjadi 22.559 meter persegi, bertentangan dengan Paragraf 4 Tentang Kawasan Peruntukan Pariwisata, pada Pasal 49 Ayat 5 Huruf F, Perda No 16 Tahun 2011 tentang RTRW Kota Palu.

Selain itu, reklamasi tersebut juga bertentangan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 40 /Prt/M/2007 Tentang Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai.

Dimana, sebut Dia, dalam Permen itu, dibagian 4.1.1 mengenai persyaratan reklamasi menyebutkan, pada dasarnya kegiatan reklamasi pantai tidak dianjurkan namun dapat dilakukan dengan memperhatikan ketentuan berikut: a) Merupakan kebutuhan pengembangan kawasan budi daya yang telah ada di sisi daratan, serta b) merupakan bagian wilayah dari kawasan perkotaan yang cukup padat dan membutuhkan pengembangan wilayah daratan untuk mengakomodasikankebutuhan yang ada.

Sementara Kota Palu, urai dia, masih memiliki ketersediaan ruang untuk dilakukan pembangunan sarana penunjang wisata yang tidak harus reklamasi.
"Dalam Permen itu juga disebutkan, reklamasi terutama yang memiliki skala besar, atau yang mengalami perubahan bentang alam secara signifikan, perlu disusun rencana detail tata ruang (RDTR) kawasan," sebutnya.

Reklamasi tersebut juga bertabrakan dengan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Kota Palu dimana dalam KLHS Kota Palu berbunyi; Reklamasi pantai teluk Palu (khususnya di pantai Lere dan Silae) dengan luas 300 m x 2.000 m, adalah suatu rencana pembangunan yang harus dicermati dengan baik, karena akan berdampak penting terhadap lingkungan hidup di sekitarnya.

Untuk itu perlu disusun rencana program pengelolaan lingkungan yang cermat terhadap program tersebut dengan memperhatikan daya dukung lingkungan yang berkaitan dengan keletarian alam, kesinambungan adat dan budaya masyarakat dan struktur social ekonomi masyarakat sekitar (rekruitmen tenaga kerja dan kesinambungan pola kerja masyarakat Lere dan Silae.

KLHS Kota Palu tersebut, kata Gifvents, mensyaratkan memiliki RTRW yang mendeliniasi kawasan reklamasi pantai. Sementara Pemkot tidak memiliki Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Reklamasi.

Ia juga mendesak BLH Kota Palu agar transparan kepada masyarakat terkait Dokumen Analisis mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) atas kegiatan reklamasi.

Desakan untuk mencabut izin reklamasi juga dilontarkan oleh Direktur Yayasan Pendidikan Rakyat (YPR) Sulteng, Dedi yng menyebutkan Pemkot tidak boleh memprivatisasi pesisir pantai kepada investor.

Sebab, kata dia, MK telah membatalkan Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3) dalam UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, pada 16 Juni 2011.

"Memburuknya kualitas lingkungan dan kesejahteraan masyarakat nelayan tradisional, disebabkan oleh pembangkangan pemerintah daerah dan pusat terhadap putusan MK itu," ujarnya.

Ia mengaku heran karena pemkot masih mempertahankan kebijakan privatisasi dan komersialisasi perairan pesisir, bahkan masih dipromosikannya ketentuan HP3 di dalam sejumlah perda.

Ia menilai Perda Nomor 16 Tahun 2011 Tentang RTRW merupakan kebijakan pemkot untuk memprivatisasi pesisir pantai.

Sementara Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Palu Ir. Dharma Gunawan Mochtar menegaskan bahwa reklamasi yang dilakukan oleh investor bukanlah hal yang menyimpang dari aturan.

Menurut di, reklamasi untuk sarana wisata sudah sesuai dengan peruntukan ruang yang tertuang dalam Perda Tentang RTRW.

Namun diakui bahwa daerah belum memiliki RDTR kawasan reklamasi seperti yang diamanahkan dalam Permen PU. 

Pewarta : Muhammad Hajiji
Editor :
Copyright © ANTARA 2024