Yogyakarta, (Antara Sulsel) - Program program perlindungan sosial sering tidak dimanfaatkan secara optimal karena banyak orang yang tidak tahu mengenai hak mereka dan atau menghadapi hambatan akses baik secara geografis, budaya, ataupun ekonomi.

Demikian Dilaporkan oleh Syahrul Bayan, Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bantaeng yang juga merupakan Kepala Sekretariat UPT SPMKS dan juga Manajer Daerah Selaras Bantaeng dari Yogyakarta, Jumat.

Hambatannya diantaranya kurangnya transparansi mengenai peran dan tanggung jawab dari berbagai pihak yang berwenang, kurangnya pembagian tugas yang jelas diantata unit unit administrasi serta sistem perlindungan sosial yang masih sangat terfragmentasi.

Salah satu solusi untuk menjawab tantangan tersebut adalah implementasu dari pelayanan satu pintu (Single Window Services, SWS) untuk perlindungan sosial.

Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah negara negara berkembang di Asia, Afrika dan Amerika Latin menunjukkan minat yang tinggi dalam memperkenalkan dan mengadopsi model SWS, dan beberapa negara justru telah meluncurkan pendekatan semacam ini pada tingkat nasional, atau setidaknya mengimplementasikan proyek pilot diwilayah wilayah tertentu, termasuk juga di Indonesia, oleh Kemensos dengan Pandu Gempita dan Bappenas-Kemensos dengan Selaras.

Melalui program Global Alliances for Social Protection yang dibiayai oleh Kementerian Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan Negara Federal Jerman dan dimplementasikan oleh Deutsche Gesellschaft fur Internationale Zusammenarbeir (GIZ) bersama Kementerian Sosial RI dan Bappenas menyelenggarakan kegiatan Workshop Peer to Peer Learning Layanan Satu Pintu (SWS) untuk Perlindungan Sosial yang berlangsung di Sheraton Mustika Yogyakarta, sejak 24 sampai dengan 26 November 2016.

Peserta workshop internasional ini berasal dari Brasil, Chili, India negara bagian Karnataka, Peru, Afrika Selatan, Tajikistan, perwakilan para mitra disektor pembangunan diantaranya GIZ, ILO, DfAT, Bank Dunia, Konsultan Independen dan Perwakilan Indonesia dari Bappenas, Kemensos dan Bantaeng, Sukabumi, Sragen serta Belitung Timur yang masing masing ini adalah Pilot Project Pandu Gempita dan Selaras oleh Kemensos dan Bappenas dengan total peserta 50 orang.

Beberapa pejabat yang hadir diantaranya Perwakilan dari Kedutaan Jerman di Indonesia, Kepala Badiklit Kemensos, Mu'man Nuryana,  Direktur Penanggulangan Kemiskinan Bappenas Vivi Yulaswati, Direktur Kelembagaan Kemensos Hasbullah, dan fasilitator GIZ Martina Bergthaller, Jost Wagner, Cormac Ebken, Sandra Uyen Grehl.

"Ada yang menarik dari Workshop Internasional ini yaitu meminimalkan  jumlah sesi lecture style dan presentasi umum dari contoh contoh kasus berbagai negara," katanya.

Karena itu, berbagai format interaktif menjadi karakter workshop ini dan peserta banyak berinteraksi dengan menggunakan berbagai bahasa asing, dan tentunya dibantu juga dengan penterjemah.

Diantaranya dengan materi hari pertama, (24/11), yaitu Workstation dengan belajar SWS dari negara Brasil, Afrika Selatan, India, Chili, Tajikistan dengan SWS yang inovatifnya, good practisenya dan dilanjutkan dengan tanya jawab yang sangat aktif.

Dihari kedua, melakukan kunjungan lapangan di UPTPK Kabupaten Sragen yang merupakan rekomendasi Pilot Project di Indonesia.

Dan dihari ketiga (26/11), berupa Evaluasi program secara keseluruhan, dan melakukan kajian rekomendasi untuk Basis Data Terpadu dan implementasi Pelayanan Satu Pintu di masing masing negara.

Tampak antusias dari seluruh peserta yang berlatarbelakang pejabat kementerian masing masing negara, NGO, Pekerja Sosial dan Pejabat Daerah setempat, termasuk penulis hadir sebagai Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bantaeng yang juga merupakan Kepala Sekretariat UPT SPMKS dan juga Manajer Daerah Selaras Bantaeng.

"Menambah pengalaman dari berbagai SWS yang ada didunia dan sudah mengimplementasikannya, tanpa datang langsung ke negara tersebut. Semoga, bisa menjadi refleksi semangat dalam Bekerja, Melayani dan Menangani," katanya.




Pewarta :
Editor : Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024