Makassar (ANTARA Sulsel) - Pakar Hukum Universitas 45 Bosowa Prof Marwan Mas menyebutkan, ada pelemahan lembaga negara produk reformasi seperti Komisi Yudisial (KY) dilakukan oleh kekuatan politik yang menghendaki hukum bisa dikendalikan.

"Paling sering KY mendapat pelemahan dari arus politik pembuat legislasi, tidak hanya KY, upaya pelemahan KPK juga jelas terjadi, inilah yang terliihat saat ini," katanya dalam dialog publik dilaksanakan KY di Makassar, Kamis.

Menurut dia salah satu bentuk pelemahan adalah putusan Mahkamah Konstitusi nomor 43/PUU-XIII/2015 tentang pembatalan wewenang KY untuk menyeleksi pengangkatan hakim, tentu akan memutus kinerja lembaga tersebut.

"MK adalah lembaga yang paling sering memutus perkara atau wewenang lembaga hukum lainnya karena keputusan itu sifatnya mengikat dan tidak dapat digugat. Saat ini tidak ada lembaga hukum yang tidak dilemahkan kelompok tertentu," sebutnya.

Sementara pelemahan lainnya oleh MK seperti pada 2006 membatalkan kewenangan KY dalam pengawasan terhadap hakim di MK, kemudian pada 2002 Mahkamah Agung membatalkan delapan poin dalam surat keputusan bersama MA-KY tentang kode etik dan pedoman perilaku hakim.

Dan pada 2015 adalah Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) mengajukan judical review Undang-undang KY ke MK terkait keterlibatan KY melakukan seleksi terhadap haki, baik ditingkat peradilan umum, Agama hingga Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Tentunya pelemahan ini membuat KY tidak akan berdaya, sebab kewenangan pengawasan dan seleksi calon hakim tidak lagi menjadi sakral serta transparan akuntabel, mengingat upaya kewenangan KY menjaga integritas tidak bisa dijalankan" papar mantan perwira polisi itu.

Komisioner KY membidangi Ketua Bidang Hubungan Antarlembaga dan Layanan Informasi Imam Anshori pada diskusi publik dengan tema penguatan peran media dakan menyikapi pelemahan lembaga negara produk reformasi, tanda-tanda pelemahan itu akui.

"Mengapa KY tidak sama dengan KPK tapi sama-sama dilemahkan karena ada upaya perlidungan perilaku hakim yang selama ini diawasi termasuk pelanggaran kode etik," paparnya.

Ia mengungkapkan sepanjang 2015 ada 14 hakim yang dilaporkan melanggar kode etik seperti kedapatan selingkuh dan pengaruh putusan vonis, namun hanya lima saja hakim dijatuhi sanksi pemecatan.

Pembicara lainnya dari kalangan media Ernawati mengemukakan peran serta media dalam mengawal pelemahan lembaga negara atas produk reformasi akan terus dilakukan, melihat beberapa fakta media menjalankan perannya sebagai kontrol sosial.

"Kami siap berada di ganda terdepan dan mengawal KY dan KPK bilamana pelemahan itu terus terjadi. Memang ada arus besar politik yang sengaja mengutak atik lembaga negara untuk penyelamatan kelompok dan pribadi para oknum politikus di parlemen," tandasnya.

Pewarta : Darwin Fatir
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024