Makassar (ANTARA Sulsel) - Pemilihan kepala daerah serentak yang tinggal menghitung hari atau tepatnya 9 Desember 2015 ini akan menjadi pertaruhan dari aparat pegawai negeri sipil (PNS)

Pilkada serentak yang akan digelar di 269 kabupaten, kota dan provinsi itu menjadi tantangan bagi para aparatur pemerintah apakah mampu mengembang amanah undang-undang ataukah terlibat langsung dalam politik praktis.

Di Sulawesi Selatan setidaknya ada 11 kabupaten yang akan menggelar pemilihan kepala daerah langsung dan serentak.

Bahkan, sebelum tahapan pendaftaran dimulai beberapa aparat pemerintahan sudah mulai terang-terangan mendukung salah satu pasangan bakal calon kepala daerah.

Rentetan keterlibatan itu terlihat setelah masa pendaftaran dibuka dan setidaknya ada beberapa daerah yang bakal pasangan calonnya itu diantar oleh oknum aparat pemerintahan.

Ketua Badan Pengawas Pemilu Sulawesi Selatan Laode Arumahi memperingatkan seluruh pegawai negeri sipil agar bisa menjaga netralitasnya dan independensinya setelah ditolaknya pasal dinasti dalam Undang Undang Pemilihan Kepala Daerah 2015.

"Sesuai dengan pengalaman-pengalaman yang lalu, perangkat-perangkat pemerintahan yang bergerak untuk memenangkan incumben atau keluarganya. Makanya, ini yang harus dicermati seluruh PNS," katanya.

Dia mengatakan, peluang untuk terjadinya pengerahan massa atau keterlibatan aparatur negara dalam pilkada serentak 9 Desember 2015 ini sangat memungkinkan terjadi setelah Mahkamah Konstitusi menerima gugatan dari para keluarga petahana.

Karenanya, dirinya kembali mengingatkan kepada seluruh PNS untuk bisa menjaga independensinya itu. Para pengawas pemilu di daerah serta masyarakat juga diminta aktif untuk melakukan pengawasan.

"Jangan sampai kerabat bupati yang maju mengerahkan birokrasi dan PNS untuk keuntungan mereka. Makanya, kita juga ajak warga agar bisa membantu melakukan pengawasan itu," katanya.

Sebaliknya, Bawaslu juga mengimbau para kandidat ke depan agar taat aturan dan tidak menyalahgunakan tenaga para abdi negara demi target menang di pilkada.

"Kedua pihak kami minta menahan diri untuk mewujudkan proses pemilihan yang fair," tambah Laode.

La Ode menyatakan pengerahan tenaga PNS berpeluang terjadi pilkada serentak tahun ini. Itu berdasarkan pengalaman pada beberapa pilkada sebelumnya, di mana ada kandidat inkumben yang mendesak para bawahannya untuk mengerahkan dukungannya pada dia.

Sebagai ganti, mereka dijanjikan sesuatu terkait posisinya di pemerintahan jika sang kandidat terpilih yang salah satu janji itu adalah jabatan di struktural pemerintahan.

Kerabat juga disebut rawan menyalahgunakan fasilitas dan kewenangan yang dikuasai oleh bupati inkumben. Yang paling berpotensi, menurut Laode, adalah fasilitas kendaraan dinas atau pun alokasi anggaran APBD.

Meski begitu, Bawaslu disebut telah mempunyai strategi khusus untuk mencegah berbagai potensi tersebut. Meskipun dirinya tidak mau menjelaskan strategi tersebut

"Kami sudah mempersiapkan semua hal sesuai yang diinginkan Undang-undang," kata dia.

Diketahui MK telah mencabut pasal tentang larangan politik dinasti dalam Undang Undang Nomor 8 tahun 2015 tentang pemilihan gubernur, bupati dan wali kota.

Pasal itu dianggap diskriminatif, sehingga MK akhirnya memperbolehkan siapa saja untuk mendaftarkan diri. Menurut MK, setiap warga negara, siapa pun, harus punya kesempatan yang sama.

Bahkan Kepala Kepolisian RI Jenderal Pol Badrodin Haiti juga ikut mengingatkan kepada semua pihak agar tidak mempolitisasi birokrat dalam pemilihan kepala daerah serentak yang digelar tahun ini.

"Saya ingatkan, jangan ada politisasi birokrat. PNS harus netral dan menjunjung tinggi netralitasnya itu karena ada undang-undang yang mengaturnya," ujarnya.

Dia mengatakan, pegawai negeri sipil (PNS) seperti halnya dengan aparat Kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) diminta untuk menjunjung tinggi netralitas itu dalam setiap momen pemilihan umum.

Karenanya, Badrodin meminta kepada semuanya terutama bagi petahana atau incumbent agar tidak memanfaatkan aparatur pemerintah dalam meraih suara yang banyak dan keluar menjadi pemenang di Pilkada.

"Misalnya yah, incumbent maju kemudian ada instruksi mulai tingkat kabupaten sampai tingkat desa ada memobilisasi massa. PNS harus netral seperti TNI dan Polri," katanya.

Kapolri mencontohkan, politisasi birokrat yakni dengan menggerakkan aparatur pemerintah mulai dari tingkat pemerintah kabupaten (Pemkab) yang berjenjang hingga ke tingkat Kepala Desa.

Menurut Badrodin, aparat pemerintah yang mempunyai struktur organisasi hingga tingkat kelurahan dan desa ditopang dengan program-program yang memudahkan untuk bisa memobilisasi massa.

"Itu tidak boleh dilakukan, anggota harus bisa bekerjasama dengan semua pihak, Panwaslu agar mengawasi dengan seksama ini. Jangan ada mobilisasi PNS," sebutnya.

Selain itu, Kapolri juga menerangkan jika pemilihan kepala daerah serentak tahun ini juga pastinya akan ada gangguan-gangguan dari segala lini seperti yang terjadi pada pilkada sebelum-sebelumnya.

Namun, tingkat gangguan itu harus diatasi dan diantisipasi sedini mungkin oleh aparat keamanan yang telah ditugaskan di lapangan. Semua anggota harus fokus dengan tugasnya masing-masing.

"Seluruh jajaran untuk merapatkan barisan dan melakukan antisipasi dini. Semua harus menjaga, kita antisipasi kerawananya, masih ada waktu untuk itu," kata dia.

Mantan Wakapolri itu menambahkan, pihak Polri beserta seluruh pihak terkait mulai saat ini harus kompak dalam menjaga situasi kondusif Pilkada di Sulawesi Selatan.

"Semua pihak harus bersungguh-sunghuh menjaga pilkada agar ke depannya sukses. Di sini ada sentra Gakkumdu (Penegakan hukum terpadu) dan ada juga pemerintah daerahnya. Semua harus dikomunikasikan jika ada masalah," jelasnya.

Selain netralitas aparat pemerintahan, Ketua Komisi Pemilihan Umum Sulawesi Selatan Muh Iqbal Latief juga meminta kepada semua jajaran KPU agar tetap menjaga netralitas dan independensi sebagai penyelenggara pemilu.

"Sudah ada penyampaian dari Ketua Bawaslu RI bahwa Pilkada di seluruh Indonesia khususnya di Sulsel itu rawan terjadinya banyak pelanggaran," ujarnya.

Dia mengatakan, apa yang telah disampaikan oleh Bawaslu RI mengenai lima indeks kewajaran adalah suatu kewajaran dan ini pun menjadi peringatan bagi seluruh penyelenggara pemilu.

Tetapi bagi KPUD, profesionalisme penyelenggara menjadi harga mati untuk tidak bermain mata dengan pasangan calon manapun karena sumpah jabatan sudah diambil.

"Kita telah disumpah untuk melaksanakan pemilu secara profesional, jujur, dan terbuka. Jadi sangat kecil kemungkinan kalau kami ingin melanggarnya," katanya.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI yang menggelar rapat koordinasi dengan semua pemangku kepentingan dalam persiapan pelaksanaan tahapan pemilihan bupati dan wakil bupati di Makassar menyampaikan lima indeks kerawanan tersebut.

Indeks kerawanan itu meliputi profesionalisme penyelenggara dengan tingkat kerawanan 30 persen, aspek keamanan 15 persen, politik uang 20 persen, partisipasi masyarakat 20 persen dan akses pengawasan 15 persen kerawanan.

"Saya mengimbau kepada penyelenggara pemilu, jangan menggadaikan jabatan untuk kepentingan sesaat. Para penyelenggara sudah diambil sumpah jabatannya dan semoga itu dipegang teguh," ujar Ketua Bawaslu RI, Muhammad.

Menurutnya indeks kerawanan tersebut merupakan hasil pemetaan dari Bawaslu, Badan Intelijen Negara, dan Polri. Khusus di Sulawesi Selatan ujar Muhammad, dari 11 pilkada, ada tiga daerah yang dianggap cukup rawan. Yaitu Kabupaten Gowa, Bulukumba, dan Soppeng.

"Tiga daerah ini yang memiliki indeks kerawanan dalam pilkada," jelasnya.

Dengan adanya kegiatan semacam ini, ia berharap dapat mencegah terjadinya tingkat kerawanan tersebut. Mulai dari tingkat kabupaten dan provinsi untuk menjaga integritas penyelenggara pemilu.

"Ini membutuhkan keseriusan komitmen," ucapnya.

Namun untuk politik uang, hal itu tidak bisa dipungkiri oleh KPU karena potensi itu akan terjadi disetiap daerah yang diduga dilakukan oleh pasangan calon.

"Di sinilah peran kita semua dalam melakukan pengawasan," ucapnya.

Pantau Kerawanan

Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti memantau secara langsung perkembangan dinamika politik di Sulawesi Selatan khususnya empat kabupaten yang disebutnya sebagai daerah rawan konflik.

"Ada empat kabupaten di Sulsel yang menjadi daerah pemantauan. Empat ini harus betul-betul dijaga dan diantisipasi sedini mungkin, mumpung masih ada waktu," tegasnya.

Empat kabupaten yang disebutnya daerah rawan konflik di Pilkada sesuai pemetaan yang dilakukan oleh Mabes Polri antara lain Kabupaten Gowa, Soppeng, Toraja Utara dan Luwu Utara.

Badrodin meminta kepada Kapolda Sulselbar Irjen Pol Pudji Hartanto Iskandar agar bisa mengantisipasi dan memantau langsung situasi keamanan dan ketertiban di empat daerah tersebut.

"Mumpung masih ada waktu, Pak Kapolda harus terus memantau perkembangan situasi keamanan dan ketertiban di masyarakat. Saya yakin, pilkada kali ini akan berlangsung aman," katanya.

Dia mengatakan, pasukan Brimob Polda Sulselbar dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak di 11 kabupaten, Sulsel tahun ini hanya sebagai pelapis atau di bawah kendali operasi (BKO). Jumlah personel yang disiagakan sebanyak 1.650.

Sebelumnya, Kapolda Sulselbar Irjen Pol Pudji Hartanto Iskandar menyebut Kabupaten Gowa sebagai daerah paling rawan terjadinya tingkat pelanggaran pada pemilihan kepala daerah serentak di 11 kabupaten.

"Mabes Polri sudah memetakan pilkada yang ada di seluruh Indonesia dan Sulsel itu termasuk. Kalau di Sulsel Kabupaten Gowa itu paling rawan," ujarnya beberapa waktu lalu.

Dia mengatakan, penetapan Kabupaten Gowa sebagai daerah paling rawan terjadinya pelanggaran pilkada di Sulsel disebabkan oleh lima indikator penting.

Mantan Gubernur Akademi Kepolisian (Akpol) itu menyebutkan bahwa bukan cuma Gowa yang masuk dalam daerah rawan karena masih ada empat kabupaten lainnya.

"Sebenarnya pemetaan yang dilakukan oleh Biro Ops (Operasional) itu ada lima kabupaten dan satu diantaranya itu Gowa yang paling rawan. Kita akan intensifkan pengawasan dan pengamanan pada daerah itu semua," jelasnya. 

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024