Makassar (ANTARA Sulsel) - Terpidana kasus korupsi dana bantuan sosial (Bansos) Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan yang merugikan keuangan negara Rp8,8 miliar, Adil Patu memastikan akan banding atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Makassar.

"Saya sangat heran, majelis hakim tidak bisa membuktikan dana bansos yang dituduhkan kepada saya dan juga pada pasal empat itu," ujar Adil Patu menanggapi putusannya itu di Makassar, Senin.

Dia mengatakan, tuduhan jaksa penuntut umum pada Pasal 4 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang dijatuhkan majelis hakim disebutnya tidak terbukti.

Menurut mantan Legislator DPRD Sulsel itu, isi pasal 4 menyebutkan, pengembalian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan pidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 2 dan pasal 3.

"Apanya yang mesti dikembalikan, lah memang saya tidak menerima sepeser pun. Jadi kenapa saya harus mengembalikannya. Hakim tidak bisa buktikan itu," jelasnya dihadapan semua wartawan.

Kuasa hukum Adil Patu, Yusuf Gunco menegaskan jika kliennya sudah mengambil keputusan untuk melakukan banding. Karenanya, dia pun akan menyiapkan memori banding itu dan mengajukan semua fakta-fakta tersebut.

"Tidak ada bukti materil dan tidak ada data persidangan. Kita pastikan akan banding terkait putusan itu. Ini tidak adil dan kita akan mencari keadilan itu," jelasnya.

Menurutnya, peran Adil Patu adalah menyuruh dalam kasus bansos 2008 tersebut. Tapi anehnya, Adil Patu justru divonis 2,5 tahun sedangkan yang lebih dulu meneriama dan mengambil cek dikenakan satu tahun.

Sebelumnya, vonis hakim itu sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Abdul Rasyid yang mendakwanya telah melanggar pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Menurut dia, Adil telah menyalahgunakan kedudukannya baik sebagai anggota dewan maupun sebagai Ketua Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK) Sulawesi Selatan untuk memperkaya diri sendiri menggunakan dana bantuan sosial.

Terdakwa pada 2008 memerintahkan bekas Mujiburrahman dan Kahar yang saat itu adalah bawahannya di Partai PDK mengurus dana bansos. Kahar saat itu mencairkan Rp720 juta menggunakan lima lembaga, sedangkan Mujiburrahman mencairkan Rp700 juta untuk tujuh lembaga.

Menurut Rasyid, di fakta persidangan, Mujiburrahman dan Kahar yang juga terdakwa di kasus ini dalam mengurus bantuan sosial itu selalu berkoordinasi dengan Adil. Bahkan duit yang dicairkan oleh keduanya langsung diserahkan ke Adil di Sekretariat Partai PDK.

Adil diduga melakukan intervensi kepada pihak Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan untuk memperlancar proses pencairan proposal lembaga terdakwa lain yang dipastikan fiktif. Adil juga diduga telah menikmati dana bantuan sosial sebesar Rp1 miliar.

Diketahui, kasus ini mulai diusut setelah BPK merilis sebanyak 202 lembaga penerima dana bansos adalah fiktif. Dana Rp 8,87 miliar untuk lembaga tersebut dipastikan telah merugikan negara. BPK juga menemukan Rp26 miliar dana bansos tidak jelas pertanggungjawabannya.

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor :
Copyright © ANTARA 2024