Makassar (ANTARA Sulsel) - Lembaga Anti Corupption Committee (ACC) Sulawesi menilai beberapa kasus korupsi ditangani Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat serta Kejaksaan Tinggi Sulselbar hingga dipenghujung 2015 mandek.
"Ada sejumlah kasus yang ditangani penegak hukum namun terkesan tidak jalan alias mandek sehingga kami menilai penanganan kasus korupsi di Sulsel mandul," papar Badan Pekerja ACC Sulawesi Abdul Kadir Wokunubun saat memperingati Hari Anti Kurupsi di Makassar Makassar, Rabu.
Berdasarkan cacatan ACC Sulawesi, pada kasus korupsi gerakan peningkatan produksi dan mutu kakao nasional di Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Luwu yang menggunakan anggaran APBD 2009 telah merugikan negara pada kasus ini Rp5,4 miliar.
Ironisnya pada Juli 2012, Kejati mengeluarkan Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan atau SP3. Kemudian pada 2013, ACC melakukan pengajuan penyelidikan di Pengadilan Negeri Makassar dan dimenangkan.
Pada kasus itu menyeret tiga tersangka, dua diantaranya dijatuhi vonis sedangkan satu tersangka yakni Saleh Rahim sampai saat ini belum diproses di persidangan. ACC Sulawesi menduga kuat terjadi tindak pidana korupsi dalam pengusutan kasus ini.
Sementara kasus korupsi Bantuan Sosial (Bansos) Provinsi Sulsel 2008 baru menyeret dua tersangka dari pihak eksekutif yakni Andi Muallim dan Anwar Beddu, sedangkan empat tersangka dari pihak legislatif yakni Adil Patu, Mustagbir Sabri (bebas), Kahar Gani dan Mujiburrahman.
Sedangkan hasil audit BPK, lanjutnya menyatakan ratusan proposal fiktif dengan kerugian negara Rp8,8 miliar dengan beberapa nama yang menerima dana bansos, tetapi faktanya Kejati Sulselbar melakukan "pembonsaian kasus" dan melakukan tebang pilih tidak mengusut peran aktor lain yang diduga kuat terlibat.
Untuk kasus korupsi dana Bansos lainnya di KabUpaten Sidrap 2011-2012, BPK Sulsel menyatakan terdapat dana yang tidak dapat dipertanggungjawakan peruntukannya, tidak sesuai kriteria dan dana digunakan tidak selektif sehingga berpotensi mengalami kerugian negara sebesar Rp4 miliar lebih.
Namun, hingga saat ini kasus tersebut tidak jelas penanganannya sehingga ACC Sulawesi kembali melaporkan kasus tersebut sejak 2013 di Kejaksaaan Tinggi Sulsel, tetapi sayang hingga detik ini tidak jelas proses penanganan perkaranya.
Kasus korupsi lainnya, kata dia, seperti pengadaan logistik KPU Sulsel 2013. ACC Sulawesi mencurigai ada permainan lelang yang hanya dimenangkan pihak tertentu secara terus menerus.
Dugaan ACC ini dikuatkan oleh putusan KPPU Nomor 10/KPPU-L/2014, bahwa ada tindak pidana korupsi dalam proses tender logistik Pilkada Sulsel 2013 dengan kerugian negara mencapai Rp 5,6 miliar. Alasan saksi ahli pada kasus ini masih diam.
Selain itu kasus korupsi pengadaan alat Labolatorium Bahasa Dinas Pendidikan Kabupaten Wajo 2011 yang merugikan keuangan negara Rp1,1 miliar, menyeret tiga tersangka, tetapi lagi-lagi status satu tersangka, Syarifuddin Alrif, dianulir Kejati Sulselbar.
"Penganulir status tersangka ini sarat KKN. Kejati harus melanjutkan kasus ini hingga ke pengadilan," tegas Kadir.
Kadir menambahkan kasus korupsi proyek Migas di Kabupaten Wajo, lanjutnya, dengan kerugian negara mencapai Rp1,7 miliar dengan tiga tersangka, hingga kini kasusnya tidak jalan-jalan alias mandek.
Direktur Riset ACC Sulawesi Wiwin Suwandi pada kesempatan itu menambahkan untuk putusan pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Sulsel periode 2015, ACC Sulawesi mencatat puluhan kasus korupsi yang di vonis di pengadilan negeri makassar tidak divonis maksimal. ,
"Putusan vonis semuanya di bawah lima tahun kami rasa tidak maksimal dan tidak ada bentuk efek jera bagi koruptor. Kondisi ini tentu menyedihkan bagi penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Pengadilan menjadi corong penegakan hukum tidak mampu memberi rasa keadilan," tandasnya.
"Ada sejumlah kasus yang ditangani penegak hukum namun terkesan tidak jalan alias mandek sehingga kami menilai penanganan kasus korupsi di Sulsel mandul," papar Badan Pekerja ACC Sulawesi Abdul Kadir Wokunubun saat memperingati Hari Anti Kurupsi di Makassar Makassar, Rabu.
Berdasarkan cacatan ACC Sulawesi, pada kasus korupsi gerakan peningkatan produksi dan mutu kakao nasional di Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Luwu yang menggunakan anggaran APBD 2009 telah merugikan negara pada kasus ini Rp5,4 miliar.
Ironisnya pada Juli 2012, Kejati mengeluarkan Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan atau SP3. Kemudian pada 2013, ACC melakukan pengajuan penyelidikan di Pengadilan Negeri Makassar dan dimenangkan.
Pada kasus itu menyeret tiga tersangka, dua diantaranya dijatuhi vonis sedangkan satu tersangka yakni Saleh Rahim sampai saat ini belum diproses di persidangan. ACC Sulawesi menduga kuat terjadi tindak pidana korupsi dalam pengusutan kasus ini.
Sementara kasus korupsi Bantuan Sosial (Bansos) Provinsi Sulsel 2008 baru menyeret dua tersangka dari pihak eksekutif yakni Andi Muallim dan Anwar Beddu, sedangkan empat tersangka dari pihak legislatif yakni Adil Patu, Mustagbir Sabri (bebas), Kahar Gani dan Mujiburrahman.
Sedangkan hasil audit BPK, lanjutnya menyatakan ratusan proposal fiktif dengan kerugian negara Rp8,8 miliar dengan beberapa nama yang menerima dana bansos, tetapi faktanya Kejati Sulselbar melakukan "pembonsaian kasus" dan melakukan tebang pilih tidak mengusut peran aktor lain yang diduga kuat terlibat.
Untuk kasus korupsi dana Bansos lainnya di KabUpaten Sidrap 2011-2012, BPK Sulsel menyatakan terdapat dana yang tidak dapat dipertanggungjawakan peruntukannya, tidak sesuai kriteria dan dana digunakan tidak selektif sehingga berpotensi mengalami kerugian negara sebesar Rp4 miliar lebih.
Namun, hingga saat ini kasus tersebut tidak jelas penanganannya sehingga ACC Sulawesi kembali melaporkan kasus tersebut sejak 2013 di Kejaksaaan Tinggi Sulsel, tetapi sayang hingga detik ini tidak jelas proses penanganan perkaranya.
Kasus korupsi lainnya, kata dia, seperti pengadaan logistik KPU Sulsel 2013. ACC Sulawesi mencurigai ada permainan lelang yang hanya dimenangkan pihak tertentu secara terus menerus.
Dugaan ACC ini dikuatkan oleh putusan KPPU Nomor 10/KPPU-L/2014, bahwa ada tindak pidana korupsi dalam proses tender logistik Pilkada Sulsel 2013 dengan kerugian negara mencapai Rp 5,6 miliar. Alasan saksi ahli pada kasus ini masih diam.
Selain itu kasus korupsi pengadaan alat Labolatorium Bahasa Dinas Pendidikan Kabupaten Wajo 2011 yang merugikan keuangan negara Rp1,1 miliar, menyeret tiga tersangka, tetapi lagi-lagi status satu tersangka, Syarifuddin Alrif, dianulir Kejati Sulselbar.
"Penganulir status tersangka ini sarat KKN. Kejati harus melanjutkan kasus ini hingga ke pengadilan," tegas Kadir.
Kadir menambahkan kasus korupsi proyek Migas di Kabupaten Wajo, lanjutnya, dengan kerugian negara mencapai Rp1,7 miliar dengan tiga tersangka, hingga kini kasusnya tidak jalan-jalan alias mandek.
Direktur Riset ACC Sulawesi Wiwin Suwandi pada kesempatan itu menambahkan untuk putusan pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Sulsel periode 2015, ACC Sulawesi mencatat puluhan kasus korupsi yang di vonis di pengadilan negeri makassar tidak divonis maksimal. ,
"Putusan vonis semuanya di bawah lima tahun kami rasa tidak maksimal dan tidak ada bentuk efek jera bagi koruptor. Kondisi ini tentu menyedihkan bagi penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Pengadilan menjadi corong penegakan hukum tidak mampu memberi rasa keadilan," tandasnya.