Makassar (ANTARA Sulsel) - Memperingati Hari Anti Korupsi Lembaga Anti Corupption Commitee (ACC) Sulawesi menyebut ada upaya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara sistematis dilakukan terus-menerus hingga dipengujung 2015.
"Sejumlah kasus-kasus korupsi terkesan mandek belum lagi agenda pelemahan membidik KPK bergerak secara sistematis," kata badan pekerja ACC Sulawesi Abdul Kadir Wokanubun di Makassar, Rabu.
Menurut dia peringatan Hari Anti Korupsi 9 Desember adalah sebuah hari evaluasi penanganan korupsi akan di buka termasuk memberikan catatan penanganan kasus korupsi serta pelemahan lembaga anti rasuah itu sehingga akan berdampak pada pelambatan penuntasan kasus.
"Ada tiga aspek bentuk pelemahan KPK yakni melalui revisi Undang-undang, kriminalisasi terhadap Pimpinan dan Penyidik KPK, serta adanya `pimpinan titipan` yang terkesan penanganan tebang pilih," papar Sekertaris Eksekutif ACC Sulawesi ini.
Kadir menjelaskan pada revisi UU KPK dalam pasal-pasalnya tidak menujukkan penguatan, malah hanya ada pelemahan secara sistematis dan massif sehingga hampir dipastikan pelemahan itu akan menghambat penuntasan sejumlah kasus korupsi skala besar.
Selain itu pasal penyadapan, pembatasan nilai kerugian negara dari Rp1 miliar menjadi Rp50 miliar, pembatasan usia KPK 12 tahun, serta beberapa pasal selundupan lain merupakan agenda terselubung untuk melemahkan kerja-kerja lembaga pemberantasan korupsi itu.
"Kami siap mengawal dan melakukan perlawanan atas rencana revisi Udang-undang KPK di parlemen bila nantinya itu dilakukan mereka meskipun masuk dalam Prolegnas 2015," tandasnya.
Direktur Riset ACC Sulawesi Wiwin Suwandi menambahkan adanya kriminalisasi pimpinan KPK yakni Abraham Samad dan Bambang Widjojanto diyakini sengaja dibuatkan kasus yang menghambat kinerja keduanya, ditengah gencarnya upaya KPK memberantasan kasus korupsi, seperti skandal BLBI dan Century.
"Penetapan tersangka bagi keduanya dalam jeda waktu yang tidak terlalu lama mengindikasikan pelemahan KPK secara terencana. Sementara kriminalisasi terhadap penyidik KPK Novel Baswedan jarak waktu sembilan tahun antara terjadinya tindak pidana yang disangkakan pada 2004, itu jelas terencana," bebernya
Sementara ditangan Plt pimpinan KPK pada sejumlah kasus seperti BLBI, Century, rekening gendut Jenderal Polri belum ada tersangka hingga kasus korupsi cek pelawat pemilihan Deputi Senior BI Miranda Goeltom belum terbongkar termasuk kasus lain yang mandek.
"Parahnya malah Plt pimpinan KPK ini juga secara nyata melemahkan KPK melalui institusi menyetujui revisi UU KPK yang memuat pasal-pasal pelemahan. Tentu ini tidak menunjukan langkah konkrit dalam kasus Novel Baswedan sarat kriminalisasi justru mendorong diproses hukum," sebut Wiwin.
"Sejumlah kasus-kasus korupsi terkesan mandek belum lagi agenda pelemahan membidik KPK bergerak secara sistematis," kata badan pekerja ACC Sulawesi Abdul Kadir Wokanubun di Makassar, Rabu.
Menurut dia peringatan Hari Anti Korupsi 9 Desember adalah sebuah hari evaluasi penanganan korupsi akan di buka termasuk memberikan catatan penanganan kasus korupsi serta pelemahan lembaga anti rasuah itu sehingga akan berdampak pada pelambatan penuntasan kasus.
"Ada tiga aspek bentuk pelemahan KPK yakni melalui revisi Undang-undang, kriminalisasi terhadap Pimpinan dan Penyidik KPK, serta adanya `pimpinan titipan` yang terkesan penanganan tebang pilih," papar Sekertaris Eksekutif ACC Sulawesi ini.
Kadir menjelaskan pada revisi UU KPK dalam pasal-pasalnya tidak menujukkan penguatan, malah hanya ada pelemahan secara sistematis dan massif sehingga hampir dipastikan pelemahan itu akan menghambat penuntasan sejumlah kasus korupsi skala besar.
Selain itu pasal penyadapan, pembatasan nilai kerugian negara dari Rp1 miliar menjadi Rp50 miliar, pembatasan usia KPK 12 tahun, serta beberapa pasal selundupan lain merupakan agenda terselubung untuk melemahkan kerja-kerja lembaga pemberantasan korupsi itu.
"Kami siap mengawal dan melakukan perlawanan atas rencana revisi Udang-undang KPK di parlemen bila nantinya itu dilakukan mereka meskipun masuk dalam Prolegnas 2015," tandasnya.
Direktur Riset ACC Sulawesi Wiwin Suwandi menambahkan adanya kriminalisasi pimpinan KPK yakni Abraham Samad dan Bambang Widjojanto diyakini sengaja dibuatkan kasus yang menghambat kinerja keduanya, ditengah gencarnya upaya KPK memberantasan kasus korupsi, seperti skandal BLBI dan Century.
"Penetapan tersangka bagi keduanya dalam jeda waktu yang tidak terlalu lama mengindikasikan pelemahan KPK secara terencana. Sementara kriminalisasi terhadap penyidik KPK Novel Baswedan jarak waktu sembilan tahun antara terjadinya tindak pidana yang disangkakan pada 2004, itu jelas terencana," bebernya
Sementara ditangan Plt pimpinan KPK pada sejumlah kasus seperti BLBI, Century, rekening gendut Jenderal Polri belum ada tersangka hingga kasus korupsi cek pelawat pemilihan Deputi Senior BI Miranda Goeltom belum terbongkar termasuk kasus lain yang mandek.
"Parahnya malah Plt pimpinan KPK ini juga secara nyata melemahkan KPK melalui institusi menyetujui revisi UU KPK yang memuat pasal-pasal pelemahan. Tentu ini tidak menunjukan langkah konkrit dalam kasus Novel Baswedan sarat kriminalisasi justru mendorong diproses hukum," sebut Wiwin.