Mamuju (ANTARA Sulbar) - Bupati Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat, Ramlan Badawi, turut menyoroti proyek pengendalian banjir dan normalisasi sungai dengan menghabiskan dana bernilai miliaran rupiah.

"Proyek Pengendalian Banjir dan Normalisasi Sungai Mamasa tahun anggaran 2015 berlokasi di Rante Tolampa Desa Rabusaratu, Kecamatan Mamasa. Proyek ini hampir rampung Desember 2015, namun ada indikasi merusak ekosistem dan struktur sungai," kata Bupati Mamasa, Ramlan Badawi di Mamasa, Selasa.

Selain terindikasi merusak ekosistem sungai, masyarakat yang berada di seputaran dinding penahan banjir tersebut juga mengeluhkan tingginya talud yang mencapai 6 meter dan cukup mengganggu aktivitas warga bila ingin ke sungai.

Bukan cuma itu, masyarakat sangat khawatir, bila dinding penahan banjir ini jebol maka bisa berdampak rusaknya rumah-rumah warga serta bisa merusak areal persawahan.

Ramlan Badawi menyebutkan, tingginya tembok penahan banjir tersebut diprediksi bakal gampang jebol, sebab tidak memiliki kemiringan (elevasi) yang signifikan terhadap tebing sungai.

"Dinding penahan banjir ini terlalu tinggi dan tegak. Jika kondisinya demikian maka dikhawatirkan tak mampu menahan derasnya air jika terjadi banjir," jelasnya.

Orang pertama di Mamasa ini juga mengaku kecewa lantaran proyek ini tak pernah dikordinasikan dengan Pemkab Mamasa.

"Walaupun secara teknis tidak ada keterlibatan pemerintah kabupaten sama sekali, namun pihak Balai Wilayah Sungai Sulawesi (BWS) mesti ikut berkoordinasi yang baik," terang Ramlan.

Ia mengatakan, proyek bernilai miliaran rupiah ini kurang pengawasan, sehingga terkesan dikerja secara tidak profesional oleh pihak pelaksana.

Sejatinya kata dua, proyek ini bagian dari pelestarian sungai, termasuk menjaga ekosistem dan struktur sungai. Namun yang terjadi, material dari sungai seperti batu dan kerikil digali untuk dipakai dalam proyek ini.

"Karena proyek ini milik balai, ya, secara teknis pemerintah kabupaten tidak memiliki keterkaitan, dan itulah yang terjadi, apa yang kita lihat di Sungai Mamasa sekarang ini," jelasnya lagi.

Sekedar diketahui, proyek ini dikerjakan oleh dua kontraktor nasional yakni PT Andyna Putri Pratama dengan anggaran proyek senilai Rp14,8 miliar dan PT Putra Mayapada dengan nilai kontrak Rp34,7 miliar.

Wakil Bupati Mamasa, Victor Paotonan juga ikut menyesalkan bila proyek mahal ini akan menjadi sia-sia, karena tidak memiliki daya tahan terhadap derasnya air Sungai Mamasa.

"Sebenarnya dasar sungai tidak boleh dikeruk kalau hanya mau membuat dinding penahan banjir. Karena akibat dari pengerukan tersebut, dasar sungai mengalami pergeseran, apalagi jika terjadi banjir. Ini bisa membuat daya tahan dinding penahan menjadi lemah dan jebol," ucap Viktor.

Ia menerangkan, kelemahan dari proyek nasional sekarang ini karena tidak melibatkan pemerintah daerah yang lebih paham pada kondisi dan situasi daerah. Namun mau apalagi karena begitulah regulasinya.

"Ke depan, kita harapkan proyek-proyek semacam ini bisa melalui anggaran perbantuan, sehingga pemerintah daerah dapat terlibat dan bertanggungjawab atas kegiatan tersebut," kata Victor.

Sementara itu, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Mamasa, David Bambalayuk mengemukakan, lembaga DPRD Mamasa tak miliki kewenangan untuk melakukan pengawasam terhadap proyek pengendalian banjir dan normalisasi Sungai Mamasa ini.

"Jika ada keluhan dari masyarakat akibat imbas dari proyek ini seperti perusakan sungai serta buruknya kualitas hasil pekerjaan dari pelaksana. Itu tentu sangat disesalkan. Mungkin karena lemahnya pengawasan serta tidak adanya perencanaan yang matang. Tapi hanya sebatas itu. Kami tidak punya kewenangan lebih jauh dalam pengawasan, karena ini anggarannya bukan bersumber dari APBD," jelas David.

Pewarta : Aco Ahmad
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024