Makassar (ANTARA Sulsel) - Kejaksaan Negeri Makassar mempercepat proses pemberkasan perkara dugaan korupsi pengalihan lahan negara di Jalan Telkomas, Kecamatan Biringkanaya, Makassar.
"Kita sudah menargetkan beberpa kasus yang ditangani di tahun 2015 itu bisa segera rampung di awal tahun dan salah satunya kasus Telkomas itu," ujar Kepala Kejari Makassar Deddy Suwardy Surachman di Makassar, Selasa.
Dia mengatakan, pihaknya terus berupaya untuk menyelesaikan proses pemberkasan dugaan korupsi pengalihan lahan negara ini dan target perampungannya dijadwalkan akhir bulan Februari ini.
"Kasusnya sementara pemberkasan dan akhir Februari ini rencananya akan tahap dua di Pengadilan Negeri Makassar," katanya.
Ia menuturkan, dalam kasus ini penyidik telah menetapkan dua tersangka. Masing-masing mantan Ketua Tim Adjudikasi BPN Makassar Andi Akbar dan seorang makelar tanah yang mengurus sertifikat di atas lahan negara tersebut, Samad.
Deddy menyebut, pihaknya juga telah meminta keterangan ahli untuk memastikan peran tersangka dalam kasus ini, apakah sudah memenuhi unsur atau tidak.
"Semua tersangka sudah kita periksa sebagai saksi, termasuk saksi-saksi lainnya juga. Jadi tinggal pemberkasan saja," ungkapnya.
Deddy menjelaskan, kedua tersangka dalam kasus ini dinilai telah bekerjasama dalam pembuatan sertifikat untuk mengambil keuntungan pribadi. Hanya saja, Deddy menolak membeberkan peran tersangka secara rinci.
"Kami menjamin akan profesional mengusut perkara ini," terangnya.
Ada dua sertifikat seluas 6 hektare (Ha) yang diterbitkan di atas lahan sitaan negara seluas 31 Ha itu. Sertifikat pertama bernomor 28767 atas nama Sumiati Sudjiman, Marwin, dan Muthalib, dan sertifikat nomor 28724 atas nama deng kopi, cacce, basse, dan Sari.
Sebelumnya, Kejari Makassar mulai mengusut kasus itu karena terbit sertifikat hak milik atas nama warga tahun 2009. Padahal, lahan itu telah menjadi sitaan negara atas putusan vonis Mahkamah Agung pada 2009 dalam kasus korupsi pengadaan alat traffic voice dengan menggunakan teknologi voice over Internet protocol di PT Telkom Makassar.
Lahan itu dulunya ditempati Koperasi Karyawan Siporennu PT Telkom. Namun setelah turun putusan Mahkamah Agung tanah itu resmi disita negara untuk mengganti kerugian negara sebesar Rp30,8 miliar.
"Kita sudah menargetkan beberpa kasus yang ditangani di tahun 2015 itu bisa segera rampung di awal tahun dan salah satunya kasus Telkomas itu," ujar Kepala Kejari Makassar Deddy Suwardy Surachman di Makassar, Selasa.
Dia mengatakan, pihaknya terus berupaya untuk menyelesaikan proses pemberkasan dugaan korupsi pengalihan lahan negara ini dan target perampungannya dijadwalkan akhir bulan Februari ini.
"Kasusnya sementara pemberkasan dan akhir Februari ini rencananya akan tahap dua di Pengadilan Negeri Makassar," katanya.
Ia menuturkan, dalam kasus ini penyidik telah menetapkan dua tersangka. Masing-masing mantan Ketua Tim Adjudikasi BPN Makassar Andi Akbar dan seorang makelar tanah yang mengurus sertifikat di atas lahan negara tersebut, Samad.
Deddy menyebut, pihaknya juga telah meminta keterangan ahli untuk memastikan peran tersangka dalam kasus ini, apakah sudah memenuhi unsur atau tidak.
"Semua tersangka sudah kita periksa sebagai saksi, termasuk saksi-saksi lainnya juga. Jadi tinggal pemberkasan saja," ungkapnya.
Deddy menjelaskan, kedua tersangka dalam kasus ini dinilai telah bekerjasama dalam pembuatan sertifikat untuk mengambil keuntungan pribadi. Hanya saja, Deddy menolak membeberkan peran tersangka secara rinci.
"Kami menjamin akan profesional mengusut perkara ini," terangnya.
Ada dua sertifikat seluas 6 hektare (Ha) yang diterbitkan di atas lahan sitaan negara seluas 31 Ha itu. Sertifikat pertama bernomor 28767 atas nama Sumiati Sudjiman, Marwin, dan Muthalib, dan sertifikat nomor 28724 atas nama deng kopi, cacce, basse, dan Sari.
Sebelumnya, Kejari Makassar mulai mengusut kasus itu karena terbit sertifikat hak milik atas nama warga tahun 2009. Padahal, lahan itu telah menjadi sitaan negara atas putusan vonis Mahkamah Agung pada 2009 dalam kasus korupsi pengadaan alat traffic voice dengan menggunakan teknologi voice over Internet protocol di PT Telkom Makassar.
Lahan itu dulunya ditempati Koperasi Karyawan Siporennu PT Telkom. Namun setelah turun putusan Mahkamah Agung tanah itu resmi disita negara untuk mengganti kerugian negara sebesar Rp30,8 miliar.