Makassar (ANTARA Sulsel) - Panitia Khusus (Pansus) Pengendalian Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) DPRD Makassar fokus dalam pembahasan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).

"Sampai saat ini belum ada regulasi yang mengatur tentang pengelolaan lingkungan hidup, apalagi di kota metropolitan seperti Makassar ini. Ranperda PPLH ini akan menjadi solusinya," ujar Wakil Ketua Pansus PPLH DPRD Makassar Fasruddin Rusli di Makassar, Selasa.

Dia mengatakan, salah satu sorotan paling besar dari semua anggota Pansus yakni pembahasan tentang pasal limbah bahan berbahaya dan beracun yang berada di tengah-tengah masyarakat.

Menurutnya, limbah B3 sendiri merupakan limbah beracun yang masih banyak ditemui tengah-tengah masyarakat. Misalnya sisa penggunaan alat kesehatan yang mengandung bahan kimia dari rumah sakit, juga hasil pembuangan atau limbah dari badan usaha termasuk perhotelan.

"Limbah B3 ini masih selalu kita temui di masyarakat, utamanya di rumah sakit dan ada juga perusahaan atau industri lainnya yang langsung membuangnya ke selokan," katanya.

Fasruddin yang juga Legislator Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menyebutkan jika masih banyak rumah sakit di Makassar yang mengabaikan pembuangan limbah B3 tersebut.

Dalam rancangan peraturan daerah (Ranperda) inisiatif dari Komisi C ini, pihaknya bersama Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Makassar akan menyusun regulasi mengenai sanksi-sanksinya jika tidak mengindahkan mengenai limbah B3 itu.

"Kami bersama BLHD Makassar akan memutuskan pula sanksi-sanki yang akan dijatuhkan pada instansi terkait yang masih mengabaikan pengelolaan limbah B3-nya," jelasnya.

Pada Ranperda PPLH ada sebanyak 155 pasal yang dibuat. Rencananya, pembahasan akan diselesaikan selama satu atau dua hari ke depan karena pembahasannya sudah dimulai beberapa waktu lalu.

"Kami juga akan memanggil tim pembuat naskah untuk membahas rekomendasi apa saja yang dipandang perlu," sebutnya.

Sebelumnya, Ranperda Prakarsa tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup itu sendiri dirasa perlu untuk segera dibentuk mengingat Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang belum terealisasi sepenuhnya.

Kemudian Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1999 tentang analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) yang belum mampu menyelesaikan dampak-dampak yang ditimbulkan oleh pihak-pihak pengusaha.

Serta Undang Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup yang juga belum maksimal diadopsi. Atas dasar itulah perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup ini menjadi sangat penting sebagai instrumen yang akan menyangga dan menjaga sekaligus mengontrol setiap aktivitas yang akan menghasilkan beragam potensi risiko pada lingkungan.

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor :
Copyright © ANTARA 2024