Majene, Sulbar (ANTARA Sulbar) - Calon kepala daerah yang maju melalui jalur independen atau perseorangan tentu diharapkan tidak permanen, sehingga partai politik pun masih dibutuhkan untuk memperbaiki sistem rekruitmen calon kepala daerah.

Hal ini terungkap dalam diskusi nasional Partai Politik Vs Non Partai Politik di Pilkada Sulbar 2017 yang digelar jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) Unsulbar di Majene, Minggu.

Tampil sebagai narasumber dalam kegiatan tersebut masing-masing Ketua KPUD Sulbar Usman Suhuriah, Dekan FISIP Unsulbar Dr Burhanuddin, Anggota DPD RI Asri Anas serta Ketua DPW Partai NasDem Sulbar, Abdul Rahim.

Ketua pelaksana diskusi Publik, Farhanuddin yang juga dosen FISIP Unsulbar menjelaskan ratusan orang hadir sebagai peserta dalam kegiatan itu antara lain pengurus partai politik, LSM, ormas, dosen serta mahasiswa Unsulbar dan perguruan tinggi lainnya di Majene.

Para narasumber Diskusi Publik menyepakati bahwa munculnya calon kepala daerah melalui jalur independen merupakan bukti bahwa proses rekrutmen melalui jalur partai politik belum seideal yang diharapkan.

"Kebanyakan partai masih gagal menciptakan kader, sehingga fenomena yang kita lihat, partai politik sekarang sebatas baru menangkap peluang, calon yang kuat meskipun dari luar kemudian didukung padahal ada kadernya yang pantas untuk maju," kata Asri Anas.

Senada dengan Asri Anas, Ketua KPUD Sulbar, Usman Suhuriah menyatakan munculnya calon kepala daerah dari jalur independen merupakan peringatan agar partai politik memperbaiki mekanisme rekrutmen calon pemimpin.

Ketua KPUD Sulbar Usman berpendapat, jalur independen dari awal muncul bukan untuk dipermanenkan, jalur independen adalah bersifat sementara.

"Nantinya bila partai politik sudah berhasil menjalankan fungsi sesungguhnya seperti pengkaderan, rekrutmen maka sebenarnya sudah tidak perlu jalur perseorangan," kata Usman.

Di forum diskusi Unsulbar tersebut, Usman mengatakan untuk maju melalui jalur perseorang setidaknya dibutuhkan 100 ribu KTP dukungan terhadap pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur.

Sementara itu, Ketua DPW partai NasDem Sulawesi Barat, Abdul Rahim mengakui bahwa sistem kaderisasi, rekrutmen di partai politik memang belum seperti yang diharapkan.

Ia mengkritik pola rekrutmen calon pemimpin di partai politik yang masih mengusung pensiunan atau manusia usia lanjut (manula), karena untuk menjadi pemimpin menurutnya dibutuhkan tenaga yang segar.

Dia mengatakan yang mendesak dibenahi partai politik saat ini salah satunya adalah kaderisasi, sehingga dalam rekrutmen calon pemimpin, partai politik dapat menyiapkan sejak awal.

"Kalau soal mahar memang sudah lama kita dengar, namun untuk kami di Partai NasDem saya menegaskan bahwa proses pencalonan di partai kami tidak ada mahar, bahkan kami sipakan materainya," tegas Rahim.

Salah seorang peserta diskusi, Syahrir Hamdani mengungkapkan dalam forum tersebut bahwa salah satu hal yang menghantui warga yang berniat maju melalui jalur politik adalah kabar tentang permintaan mahar untuk mendapatkan kursi dukungan.

"Selama ini kan kita sudah dengar dari berbagai daerah bahwa untuk mendapatkan dukungan perlu ada mahar, menurut saya kalau itu betul ada, itu sama halnya menjual suara rakyat, itu sangat mengecewakan kita semua," kata Syahrir.

Di depan para narasumber dan ratusan peserta diskusi, Syahrir mengatakan sudah mendaftar sebagai bakal calon wakil gubernur di Partai NasDem.

Ia mengaku juga memiliki rencana untuk maju di pilkada Sulbar melalui jalur perseorangan.

"Pola di partai masih belum ideal, dalam proses rekrutmen, partai politik masih tampak seperti membonsai dirinya," kata Dekan FISIP Unsulbar, Dr Burhanuddin.

Lebih jauh dekan FISIP Unsulbar mengusulkan agar pilkada lebih berkualitas, peranan birokrasi diposisikan secara ideal sebagai pelayan masyarakat, sehingga birokrat tidak terjebak dalam dukung mendukung calon.

Pewarta : Aco Ahmad
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024