Jakarta, (Antara Sulsel) - Analis politik dan HAM Labour Institute Indonesia, Andy William Sinaga, berpendapat rencana pemerintah melakukan moratorium lahan kelapa sawit kurang tepat karena dinilai akan menciptakan pengangguran baru di Indonesia.

"Industri sawit mulai dari hilir sampai hulu justru menyerap lapangan kerja yang cukup besar. Industri perkebunan kelapa sawit juga dapat mondorong pergerakan ekonomi daerah," kata Andy di Jakarta, Senin.

Menurut dia, luas perkebunan kelapa sawit mencapai lebih dari 10 juta hektare dimana 41 persen diantaranya adalah perkebunan rakyat. Pengusahaan kelapa sawit saat ini menyerap lebih dari 4,5 juta tenaga kerja di sektor perkebunan.

Penyerapan tenaga kerja ini akan lebih besar lagi jika tenaga kerja di sektor "off farm" atau pengelolahan dan jasa agribisnis kelapa sawit dimasukkan.

"Belum lagi para petani plasma yang hidup dari perkebunan kelapa sawit justru akan kehilangan mata pencaharian," kata Andy.

Dari survei yang dilakukan Labor Institute Indonesia di wilayah Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah, arus migrasi tenaga kerja antardaerah juga cukup tinggi dari wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur dan bekerja di berbagai perusahaan kelapa sawit.

Selain itu, moratorium sawit dinilai juga bukan merupakan bukan solusi tepat untuk menyelesaikan persoalan lingkungan, karena keduanya bisa berjalan bersama tanpa saling mematikan potensi yang ada.

"Salah kaprah hanya memproritaskan lingkungan saja, tetapi 'membunuh' potensi ekonomi Indonesia. Pemerintah perlu berpikir pararel, bijaksana berwawasan makro, komprehensif serta tidak mendengar kepentingan satu pihak dalam mengambil keputusan," kata pendiri Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI) Christianto Wibisono di Jakarta, Kamis (21/4).

Menurut penasehat delegasi Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim di Paris, 2015 itu,  persoalan Indonesia adalah membangun ekonomi yang berwawasan lingkungan.

Indonesia, lanjutnya, telah menjadi bagian penting dalam kancah persaingan global dan disadari atau tidak, banyak kepentingan asing dengan memanfaatkan NGO untuk meredam potensi-potensi sumber daya alam Indonesia. "Ini menyedihkan namun tidak banyak pihak memahaminya," katanya.

   

Pewarta :
Editor : Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024