Mukhtar Tompo, pria kelahiran Balandangan, Kassi Timur – Kabupaten Jeneponto, 10 Juni 1981. Ia memulai pendidikan di SD Inpres Boyong Kecamatan Tamalatea (1987-1993). Selanjutnya pada tingkatan SMP menempuh pendidikan Madrasah Tsanawiyah (MTs) di Pesantren Babussalam DDI Kassi Kabupaten Jeneponto (1993-1996).

Di pesantren inilah Mukhtar muda mulai ditempa dengan pendidikan agama yang cukup kental  nuansa Nahdlatul Ulama (NU), bahkan ia sempat menjadi Ketua Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) di sekolah itu. Disinilah Mukhtar menyadari pentingnya menjaga tradisi, dan memahami karakter Islam Nusantara.

Setamat Tsanawiyah, Mukhtar hijrah ke Kabupaten Pangkep. Disana ia tinggal di rumah pamannya. Ia melanjutkan pendidikan di Madrasah Aliyah (MA) Muhammadiyah Sibatua Kabupaten Pangkep (1996-1999).

Di tempat inilah, Mukhtar turut aktif di Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), dan perguruan pencak silat TAPAK SUCI. Tempaan Muhammadiyah membuat Mukhtar memahami pentingnya berpikir rasional dan berkemajuan.

Setelah menyelesaikan pendidikannya di Pangkep, Mukhtar melanjutkan kuliah di Universitas Indonesia Timur Makassar (2001-2007). Pengalaman sebagai aktivis IPNU dan IPM mendorong Mukhtar aktif sebagai aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Ia adalah pendiri sekaligus Ketua pertama Komisariat HMI Universitas Indonesia Timur (2002-2004), lalu menjadi Pengurus HMI Cabang Makassar (2004-2005).

Selain itu, ia juga turut aktif di lembaga kemahasiswaan intra kampus. Kemampuan kepemimpinan dan manajerial Mukhtar semakin teruji setelah ia terpilih sebagai Presiden Mahasiswa Universitas Indonesia Timur.

Gelar sarjana tak membuat Mukhtar memilih tetap tinggal di Kota, ia memilih pulang membangun kampung halamannya, Jeneponto. Ia resah, karena melihat cukup banyak pemuda usia produktif di daerahnya lebih memilih hijrah ke Makassar untuk melakukan pekerjaan kasar, seperti menjadi buruh bangunan, sopir angkot, atau tukang becak.

Mukhtar melihat bahwa salah satu potensi besar di Jeneponto adalah pohon lontara. Selama ini, pohon ini lebih sering dimanfaatkan sebagai penghasil minuman keras Ballo (tuak).

Karena sering dianggap sumber masalah, Pemerintah Jeneponto malah pernah mencanangkan penebangan pohon lontara, agar tidak menjadi biang keladi kriminalitas.

Mukhtar lalu mengajak pemuda dan masyarakat Jeneponto untuk memanfaatkan nira lontara menjadi gula merah. Ia mendirikan Yayasan Lontara Sakti untuk mendorong pemberdayaan masyarakat dalam membuat gula merah dari pohon lontara.

Usaha dan dorongan Mukhtar cukup berhasil meningkatkan taraf hidup masyarakat. Persepsi negatif tentang pohon lontara pun akhirnya mulai berubah.

Selain melakukan pemberdayaan ekonomi, Mukhtar juga terlibat melakukan advokasi terhadap hak-hak masyarakat lainnya. Kiprahnya dalam memberdayakan masyarakat itulah yang membuat dirinya didorong maju sebagai legislator pada Pemilu 2009.

Masyarakat yang mendorongnya beranggapan, kehadiran Mukhtar di DPRD mampu menghasilkan kebijakan dan program Pemerintah yang memihak kepentingan rakyat. Akhirnya dengan sokongan masyarakat kecil, ia dapat duduk sebagai legislator DPRD Provinsi Sulawesi Selatan periode 2009-2014.

Lima tahun berkiprah di level provinsi, ia termasuk legislator muda yang sering mengkritisi kebijakan-kebijakan Pemerintah Provinsi yang tidak pro-rakyat. Selain bersuara lantang di ruang-ruang sidang DPRD Sulsel, Mukhtar juga sering menuangkan kritik maupun pikiran-pikiran solutifnya di sejumlah media cetak lokal di Makassar.

Undangan menghadiri diskusi-diskusi mahasiswa dan organisasi kepemudaan pun sering ia penuhi. Meski demikian, Mukhtar menyadari bahwa kehadirannya di DPRD Sulsel belum bisa memenuhi semua harapan masyarakat. Selain sebagai legislator, Mukhtar tetap menyalurkan hobinya berorganisasi.

Ia berkecimpung sebagai Wakil Ketua Pemuda Muhammadiyah Sulsel, dan terlibat sebagai Pengurus KAHMI Sulsel. Pada Pemilu 2014, masyarakat kembali meminta Mukhtar maju sebagai calon anggota DPR-RI. Meski berkompetisi pada level tersebut sangat berat, Mukhtar tak ingin mengecewakan aspirasi masyarakat.

Dengan bantuan dan gotong royong masyarakat kecil, Mukhtar pun berkompetisi menuju Senayan. Ia berhasil meraih suara terbesar kedua di partai Hanura pada Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan 1, dengan 18.621 (delapan belas ribu enam ratus dua puluh satu) suara.

Suara tersebut gagal mengantar Mukhtar menuju Senayan, namun memiliki kontribusi besar bagi Partai Hanura sehingga mampu mendudukkan Dewie Yasin Limpo sebagai anggota DPR RI pada Dapil tersebut.

Meski demikian Mukhtar cukup puas, karena capaian tersebut murni hasil kerja keras masyarakat kelas menengah kebawah, yang merupakan basis utama pendukungnya.  

Gagal ke Senayan, tak membuat Mukhtar patah arang memilih jalan politik dalam memperjuangkan kepentingan rakyat. Ia tetap aktif di Partai Hanura, Mukhtar didaulat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal DPP Hanura.
Mukhtar juga ditugaskan sebagai Asisten Pribadi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Prof. Yuddy Chrisnandi.

Setelah Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap Dewie Yasin Limpo dalam kasus penyuapan untuk memuluskan alokasi anggaran Proyek Listrik Mikro Hidro di Kabupaten Paniai Provinsi Papua dalam APBN 2016, pada tanggal 20 Oktober 2015, DPP Hanura memecat Dewie baik sebagai Anggota DPR-RI, maupun sebagai anggota Partai Hanura.

Selain itu DPP Hanura juga menunjuk Mukhtar Tompo sebagai pengganti Dewie di Senayan.

Proses pergantian itu pun tak mulus, sebab Dewie berupaya menghambat proses PAW dirinya melalui Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia.

Setelah menunggu selama kurang lebih enam bulan (Oktober 2015-April 2016), Mukhtar Tompo akhirnya dilantik sebagai anggota DPR-RI pada hari Jumat, 30 April 2016.

Setelah dilantik, perjuangan Mukhtar belum selesai. Justru baginya, memperjuangkan kepentingan rakyat di level nasional baru saja dimulai.
Ia sangat menyadari, bahwa capaian yang ia peroleh tak lepas dari sokongan masyarakat kecil. Menurut Mukhtar, menjadi legislator hanya merupakan rangkaian proses untuk tujuan yang lebih besar.

“Bagaimana menjadikan parlemen ini sebagai wadah untuk berjuang, berjuang untuk melawan ketimpangan pembangunan dan ketidakadilan yang dirasakan masyarakat di Kawasan Timur Indonesia,” tegasnya.


Pewarta :
Editor : Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024