Makassar (ANTARA Sulsel) - Deputi Pendanaan Badan Pengelola Reducing Emition Deforestation and Forest Degradation (REDD+) Agus P Sari mengatakan, untuk memenuhi program REDD+ Indonesia membutuhkan dana Rp10 miliar per tahun.

"Untuk mendukung penurunan emisi dunia, Indonesia membutuhkan dana Rp10 miliar, sedang Pemerintah Norwegia sendiri untuk mendukung program internasional itu menyiapkan anggaran 1 Miliar dolar," kata Agus pada Lokakarya Wartawan "Meliput Perubahan Iklim" di Makassar, Selasa.

Menurut dia, dalam persoalan perubahan iklim ini, selain mencermati peningkatan pemanasan global, upaya-upaya adaptasi dan terakhir dari segi pendanaan.

Dia mengatakan, negara-negara yang dapat memenuhi perjanjian Paris ataupun Protokol Kyoto itu akan mendapatkan apresiasi dalam bentuk bantuan pendaanan dalam membina lingkungan.

Sementara mengenai perubahan iklim itu, lanjut dia, yang dilakukan saat ini berupaya mencegah kenaikan dua derajat panas bumi.

Ahli perubahan iklim secara tegas menyatakan bahwa bencana dahsyat itu akan terjadi bila suhu bumi meningkat melebih dua derajat Celcius dari suhu pada masa praindustialisasi.

"Dampak langsung dari perubahan iklim ini adalah ketersediaan air bersih akan terancam dan rawan terganggu," katanya.

Sementara itu, Kabid Konservasi SDA Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Sulsel Anwar Latief mengatakan, salah satu upaya melakukan mitigasi perubahan iklim adalah menggencarkan program "Go Green".

"Aksi menanam sejuta pohon itu bagian dari upaya menghadapi pemanasan global atau perubahan iklim," ujarnya.

Selain itu, lanjut dia, di Sulsel juga sudah memiliki "kampung Iklim" yang menjadi refokus program pemerintah pada 017.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Indonesia (Walhi) Sulsel Asmar Exwar sendiri mengatakan, perubahan iklim itu terjadi akibat eksploitasi sumber daya alam yang tidak mengindahkan kelestarian alam.

Salah satu contohnya, penguasaan SDA di kawasan pegunungan batu kapur (karst) Bantimurung - Bulusaraung yang ada di Kabupaten Maros dan Pangkep, Sulsel.

"Pentingnya menjaga kawasan karst, karena selain menjadi habitat satwa endemik, juga menjadi tempat penyimpanan air," ujarnya.

Pada lokakarya terkait perubahan iklim selama dua hari yakni 24 -25 Mei 2016, turut hadir sebagai pemateri Direktur Eksekutif Lembaga Pendidikan Dr Soetomo (LPDS) Priyambdo RH dan Direktur SIEJ IGG Maha Adi.

Pewarta : Suriani Mappong
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024