Makassar (ANTARA Sulsel) - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Makassar membuka Posko Pengaduan Tunjangan Hari Raya (THR) bagi pekerja media.

"Kewajiban memberikan THR ini setiap tahun selalu menjadi persoalan, utamanya pada industri media, mengingat ada wartawan yang tidak mendapatkan THR dari kantor tempatnya bekerja," kata Ketua AJI Makassar Qodriansyah Agam Sofyan, dalam siaran pers di Makassar, Senin.

Menurut dia, hal itu kemudian mendorong beberapa oknum jurnalis melakukan cara-cara yang tidak sehat dan melanggar etika, dengan memaksa narasumber untuk memberikan THR dengan "menjual" profesinya sebagai wartawan.

Padahal, kata Agam, ada hak dan kewajiban tentang THR telah jelas diatur oleh Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.: PER.04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan.

Peraturan itu diperkuat lagi dengan pembaharuan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.: 6/2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.

Dalam peraturan tersebut menyebutkan bahwa pekerja dengan masa kerja minimal 1 bulan sudah bisa mendapat THR.

Sebelumnya dalam Permenaker Nomor 4 Tahun 1994, dinyatakan pembagian THR hanya diberikan kepada pekerja dengan masa kerja minimal 3 bulan.

"Perusahaan media juga wajib mematuhi Peraturan Dewan Pers Nomor: 4/Peraturan-DP/III/2008 tentang Standar Perusahaan Pers yang mengatur pemberian kesejahteraan bagi pekerjanya," katanya pula.

Setiap pekerja media baik yang berprofesi sebagai jurnalis atau wartawan, karyawan, kontributor, koresponden, fotografer serta posisi lainnya yang telah bekerja lebih dari satu bulan memiliki hak untuk mendapatkan THR dari perusahaannya.

"Bagi perusahaan yang tidak membayarkan THR dapat dipidana sesuai dengan ketentuan perundang-undangan," kata Ketua LBH Pers Makassar Fajriani Langgeng pula.

Kode Etik Jurnalistik khususnya pada pasal 6 juga menyebutkan secara tegas bahwa wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

"Pasal ini telah memberikan pemahaman bahwa jurnalis atau reporter harus bekerja secara profesional, tidak memanfaatkan profesi untuk mendapatkan THR dari narasumber serta harus menolak pemberian THR dari narasumber, karena THR merupakan kewajiban pihak perusahaan media," ujarnya lagi.

Upaya menjaga hak-hak jurnalis serta membangun independensi pekerja media dan pers di mata publik, AJI Makassar dan LBH Pers setempat meminta setiap perusahaan pers membayarkan THR sebanyak satu bulan upah kepada setiap pekerja medianya tanpa pandang posisi dan jabatan selambat-lambatnya 7 hari menjelang hari raya.

AJI dan LBH Pers Makassar juga meminta pemerintah melalui dinas terkait untuk melakukan pengawasan pelaksanaan pemberian THR termasuk di perusahaan media.

Bagi narasumber untuk tidak memberikan THR kepada wartawan, begitu juga sebaliknya wartawan tidak meminta atau menerima pemberian THR dalam bentuk apa pun kepada narasumber.

Pekerja media yang mendapat masalah terkait THR yang tidak diberikan oleh perusahaan media tempatnya bekerja, AJI Makassar dan LBH Pers membuka posko pengaduan bagi pekerja media dan siap untuk melakukan advokasi hukum.

Posko pengaduan dipusatkan di Sekretariat AJI Makassar di Jalan Toddopuli VII Nomor 23 A Makassar.

Pewarta : Darwin Fatir
Editor :
Copyright © ANTARA 2024