Makassar (ANTARA Sulsel) - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dinilai tidak profesional dan tebang pilih dalam penanganan kasus kasus dugaan korupsi pembebasan lahan untuk perluasan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin.

"Penyidikan kasus ini, masih baru menyentuh bagian bawah saja, Kejati belum mampu menyentuh hingga ke pucuknya. Harusnya, penyidikan dilakukan secara profesional," ujar Ketua Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Mahasiswa Indoneia (LKBHMI) Makassar, Habibi Masdin di Makassar, Senin.

Ia mengatakan, penyidik kejati dalam menangani setiap kasus, apakah melibatkan pejabat atau orang besar lainnya itu harus selalu transparan dan bertindak adil tanpa adanya dugaan tebang pilih.

Kejati dalam kasus bandara itu, belum mampu menyeret pihak-pihak yang memiliki peran penting dalam megaproyek tersebut, sehingga ada kesan bila Kejati masih tebang pilih dalam menyeret tersangka yang diduga telah merugikan negara hingga miliaran rupiah.

"Apalagi ini proyek yang menelan anggaran yang cukup besar, sehingga sangatlah tidak wajar bila dalam kasus ini, tersangkanya hanya selevel Kades saja," jelasnya.

Dalam kasus ini, Kejati telah menetapkan dan menahan dua orang tersangka yaitu, Kepala Desa (Kades) Bajimangai, Kecamatan Mandai, Kabupaten Maros, Raba Nur dan pejabat Dinas Pendidikan Kota Makassar Siti Rabiah.

Keduanya diketahui memiliki kerja sama dalam melakukan rekayasa kepemilikan lahan dan pemalsuan terhadap dokumen pembebasan lahan seluas 60 hektare, di Desa Bajimangai, Kecamatan Mandai, Kabupaten Maros.

Sedangkan dalam kasus pembebasan lahan untuk perluasan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, masih banyak pihak yang diduga memiliki keterlibatan, serta peran penting dalam proses pembayaran lahan seluas 60 hektare yang telah dibebaskan.

Habibi menyebutkan, pihak seperti pengelola anggaran dan pihak taksasi, belum ada yang dimintai pertanggungjawabannya secara hukum, sehingga patut diduga ada kesan Kejati melindungi pihak-pihak yang memiliki peran penting dalam proyek tersebut.

"Harusnya kan panitia pembebasan lahan, sebelum melakukan pembayaran. Terlebih dahulu melakukan pengecekan dan memverifikasi secara seksama, apakah dokumen-dokumen kepemilikan lahan yang akan dibebaskan tersebut, telah sesuai prosedur atau tidak untuk dibayarkan," katanya.

Sehingga, lanjut dia, sangatlah patut bila panitia proyek pemebebasan lahan tersebut dimintai pertanggungjawabannya secara hukum.

Habibi berharap agar Kejati harus obyektif dalam mengungkap kasus ini, dia juga meminta agar pihak Kejati tidak melindungi pihak-pihak pengelola anggaran proyek pembebasan lahan tersebut. Sejatinya Kejati jangan menutup mata, dalam melihat kasus ini, kasus ini mampu dituntaskan secara profesional dan proporsional.

Diketahui, proyek pembebasan lahan bandara ini telah menghabiskan anggaran sebesar Rp100 miliar pada 2013. Kemudian anggaran untuk pembebasan lahan seluas 60 hektare tersebut kembali membengkak menjadi Rp500 miliar di tahun 2015.

Sehingga penyidik mengendus adanya indikasi dugaan penggelembungan dan salah bayar pada traksaksi jual beli lahan seluas 60 ha untuk perluasan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin tahap III.

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor :
Copyright © ANTARA 2024