Makassar (ANTARA Sulsel) - Pengawasan terhadap kinerja guru dalam memberikan pelajaran terhadap siswanya dinilai efektif untuk meningkatkan kompetesi dan mutu tenaga pengajar di sekolah.

"Rendahnya penyerapan siswa terhadap mata pelajaran hampir terjadi di beberapa sekolah, dan kompentensi guru adalah salah satu penyebabnya," kata Koordinator Provinsi USAID Prioritas Sulsel Jamaruddin dalam siaran persnya, Senin.

Menurut dia, pengawasan kinerja guru dilakukan kepala sekolah dan pengawas dinilai efektif dalam meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan, utamanya saat mengajarkan mata pelajaran di kelas kepada siswanya.

Kendati demikian, berdasarkan Survei Program for International Student Achievement (PISA) dan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2012, diketahui 76 persen siswa Indonesia penyerapan terhadap pelajaran matematika cukup rendah.

Selain itu, Uji kompetensi guru yang dilaksanakan pemerintah pada 2015 mempertegas bahwa hal itu disebabkan karena rendahnya kemampuan guru dalam mengajarkan mata pelajaran utama.

Nilai Ujian Kompetensi Guru (UKG) di 2015 menunjukkan rata-rata nilai kompetensi guru masih dibawah standar yaitu hanya 53 poin dari nilai maksimal 100 poin.

Meski demikian Kepala sekolah dan pengawas yang seharusnya mampu menilai kemampuan guru mengajar dan membina mereka juga tidak memiliki kapasitas memadai untuk melakukan hal tersebut.

Berdasakan data rata-rata hasil nilai uji kompetensi pengawas secara nasional tahun 2015 antara 41- 49 poin, sementara kepala sekolah hanya 45,92 atau dibawah nilai maksimal 100 poin.

"Ujung-ujungnya berakibat pada rendahnya kapasitas siswa. Pada akhirnya yang jadi korban selalu siswa dan masa depan bangsa ini," ungkap Jamaruddin.

Mencermati rendahnya kapasitas kepala sekolah, Nurcaya salah seorang pengawas sekolah di Kabupaten Maros, Sulsel, memiliki cara tersendiri untuk mengatasi hal tersebut.

Dirinya mengorganisasi kepala sekolah untuk bersama-sama mengawasi satu guru pada jadwal yang sudah ditentukan bersama. Dalam prakteknya, kepala sekolah dibagi secara berkelompok 2-3 orang yang sebelumnya dilakukan supervisi secara sendiri-sendiri.

Pada kasus lalu banyak guru setelah diawasi malah protes dengan nilai yang diberikan. Hasil penilaian supervisi kepala sekolah sering tidak konsisten. Bahkan kepala sekola kurang memahami aspek yang dinilai dalam supervisi pada perbedaaan individu dan indikatornya.

"Dengan supervisi kelompok ini, saya berharap masing-masing individu saling bisa belajar dan saling mengisi dalam memahami instrument-instrumen pengawasan. Hasil praktek ini dinilai akan meningkatkan kompetensi guru saat dilaksanakan pengawasan di kelas," ujarnya.

Pewarta : Darwin Fatir
Editor :
Copyright © ANTARA 2024