Makassar (ANTARA Sulsel) - Sejumlah warga dan ahli waris pemilik lahan Tol Reformasi didampingi mahasiswa dari Gerakan Aktivis Mahasiswa (GAM) Makassar kembal mengelar aksi dalam bentuk teatrikal.

"Aksi ini sebagai bentuk gerakan simpati kepada pengguna jalan agar mereka tahu apa permasalahan yang selama ini terjadi tidak dibayarkan sisa ganti rugi selama 16 tahun," papar Panglima GAM Makassar, Adi Putu Palasa saat aksi di jalan tol setempat, Kamis.

Sementara ahli Waris Intje Koemala versi Chandra Taniwijaya, Samsudin Sammy didampingi mahasiswa tersebut mengatakan selama 16 tahun terhitung sejak 1998-2016 sisa pembayaran senilai Rp9 miliar lebih belum terbayarkan.

"Kapan kami dibayar, ada apa dengan pemerintah utamanya Kementerian Prasarana Umum dan Perumahan Rakyat alasan apalagi kami tidak dibayar," tuturnya usai ikut dalam aksi teatrikal.

Dalam aksi teatrikal itu demonstran membawa keranda mayat, dengan badan dilumuri cat merah. Sementara ahli waris ikut serta, dan kuasa hukumnya ikut berperan menjadi Presiden dan Menteri PU-Pera.

Teatrikal tersebut mengangkat tema rakyat kecil yang ditindak penguasa. Jalan jongkok sambil memikul keranda mayat bertuliskan matinya keadilan di Indonesia menjadi bahan tontonan pengguna jalan sehingga memacetkan jalan tol.

Diketahui saat ini ahli waris dan warga setempat masih menduduki lahan tol dan berlangsung selama 17 hari. Menyikapi hal itu, rencananya Kementerian PU-Pera mengundang rapat mendengarkan penjelasan kuasa hukum dan ahli waris dalam waktu dekat di Jakarta.

Selain itu, masalah belum terbayarkannya sisa ganti rugi senilai Rp9 miliar lebih karena ada orang lain mengklaim lahan tersebut miliknya bernama Ince Baharuddin bersama kuasa hukumnya Muh Omppo Massa. Namun belakangan kalah di pengadilan baik melalui PN muapun MA.

Bahkan sudah kalah, pihak oknum ini terus menggangu proses pembayaran ganti rugi kepada ahli waris Intje Koemala versi Chandra Taniwijaya hingga saat ini dan mempublikasikan pemberitahuan palsu di koran.

Ahli waris yang sah tetap berpegang pada dua putusan yang sah dikeluarkan dalam putusan Peninjauan Kembali dikeluarkan Mahkamah Agung yakni nomor 117/PK/Pdt/2009 tertanggal 24 November 2010 dan nomor 266/PK/Pdt/2013.

Dua putusan ini kemudian dimenangkan ahli waris Intje Koemala, sementara Ince Baharuddin dan sekutunya kalah dan tetap bersikeras mengakui miliknya meski pernah diproses hukum terkait pemalsuan dokumen.

"Ince Baharuddin adalah orang yang selalu menggangu proses pembayaran dan kalah dalam beberapa kali sidang tapi masih menuntut. Kami menduga ada otak dibalik belum terbayarannya hak kami," ungkap Kuasa Hukum Pendamping ahli waris Andi Amin Halim.

Pewarta : Darwin Fatir
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024