Makassar (ANTARA Sulsel) - Direktorat Reserse Kriminal Polisi Daerah (Polda) Sulawesi Selatan mempersilahkan pihak yang merasa dirugikan terkait penghentian penyelidikan kasus pembebasan lahan PT Pelindo VI Makassar untuk dipraperadilankan.

"Penghentian penyelidikan pada kasus itu sudah sesuai prosedur, kalaupun ada bukti baru silahkan melakukan langkah hukum praperadilan," ujar Kombes Pol Erwin Zadma 

Pihaknya berdalih, penghentian perkara pidana dugaan penggunaan surat palsu yang dilaporkan PT Pelindo IV Makassar dilakukan tersangka Ince Baharuddin dan Ince Rahmawati pada Juli 2012 karena atas petunjuk jaksa peneliti di Kejati Sulsel.

"Penghentian penyidikan kasus ini bukan inisiatif penyidik tapi sesuai dengan petunjuk jaksa. Sebab, sudah tiga kali penyidik bolak balik, tetapi diminta dokumen asli, sementara penyidik tidak punya asli," katanya.

Erwin menjelaskan, dalam petunjuk jaksa tersebut, penyidik diminta memunculkan dokumen asli terkait riwayat tanah lahan yang dibebaskan Pelindo. Namun, tidak dapat ditunjukkan sesuai yang diminta agar perkara bisa rampung ke tahap P21.

Kendati penyidik melakukan pendalaman terhadap saksi pelapor dari pihak Pelindo, Erisanti atas laporannya tentang pemalsuan dokumen untuk pembebasan lahan ganti rugi oleh penasehat hukum kedua tersangka yakni Ompo Massa, namun tidak bisa ditunjukkan keasliannya.

Kemudian, saat penyidik memeriksa Ompo Massa, dokumen tersebut kata dia ada di tangan Ahmad Dahlan. Namun, dalam keterangan Dahlan, dokumen tersebut tidak berada pada dirinya melainkan di tangan istri Ambo Tuo, diketahui perwira polisi yang meminjamkan dokumen itu kepada kedua tersangka.

"Karena Ambo Tuo telah meninggal, maka penyidik memeriksa istrinya dan rumahnya digeledah tapi dokumen itu tidak ditemukan. Kalau dokumwn itu ada kami siap membuka penyelidikab baru asalkan sudah dipraperadilankan," ungkapnya.

Selain itu, saat proses penghentian penyelidikan kala itu telah sesuai prosedur, dihadiri internal Polda Sulsel, Irwasda serta pimpinan Polda beserta penyidiknya.

"Penghentian penyelidikan tidak mesti dihadiri pelapor maupun Jaksa cukup intrnal saja. Pelapor hanya diberikan pemberitahuan SP2HP 5 agar diketahui, saat itupun Erisanti hadir," ujarnya.

Dirinya juga mengaku berlindung pada Peraturan Kapolri nomor 14 tahun 2012 dan Telegram Rahasia (TR) Kapolri nomor 19 tahun 2016 dengan dalih SP3 bisa dilakukan internal.

Tetapi saat ditelusuri, dalam Perkap itu tidak disebutkan secara rinci tentang aturan SP3 tersebut, sementara dalam KUHP, disebutkan hak pelapor untuk mengetahui perkembangan dilaporkan dan haknya mempertanyakan perkembangan kasusnya.

Secara terpisah, mantan Kabag Hukum Pelindo IV Makassar Erisanty mengaku tidak pernah mengahadiri gelar perkara penghentian perkara tersebut.

Menurut dia, foto yang diperlihatkan kepada wartawan atas dirinya itu saat gelar pemberhentian perkara bukan menghadiri tapi mendatangi Polda untuk protes pemberhentian perkara.

"Saya tidak pernah tandatangan saat proses penghentian perkara melainkan absen yang diisi saat kami protes tentang SP3. Tidak ada itu saya tandatangani dokumen apapun," tegasnya saat di konfirmasi.

Selain itu, foto copy dokumen bukti penyerahan SP2HP5 hanya laporan bukan kelanjutan kasus tetapi malah pemberhentian kasus, padahal ada tersangka yang sudah ditetapkan penegak hukum.

Mengenai langkah Praperadilan, kata Humas Pelindo Makassar ini menyatakan pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada Biro Hukum Pelindo IV, tentunya dengan pertimbangan-pertimbangan.

Terkait dengan foto yang diperlihatkan Erwin Zadma, kepada wartawan di kantornya, Erisanty mengaku foto tersebut merupakan foto gelar perkara peningkatan status tersangka yang juga diikuti pengacara Pelindo IV Prof Insan Maulana.

"Itu bukan foto protes SP3, tapi itu foto gelar perkara peningkatan kasus waktu itu, " ungkapnya.

Sebelumnya kasus yang dilaporkan PT Pelindo IV ini telah menetapkan dua tersangka, masing-masing Ince Baharuddin dan Ince Rahmawati sebagai tersangka tepatnya pada tanggal 27 Juli 2012 dengan dugaan pidana menggunakan surat palsu yakni Pasal 263 ayat (2) KUHPidana.

Tetapi, secara sepihak oknum penyidik menghentikan penyidikan kasus tersebut tepatnya pada tanggal 8 Juni 2015 silam dengan alasan tidak cukup bukti.

Kepala Bidang Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Frans Barung Mangera mengatakan keliru jika kasus tersebut nantinya bisa dibuka kembali jika telah melalui proses praperadilan.

Sebab, praperadilan adalah bukti masyarakat tak percaya dengan kinerja penyidik dalam menangani kasus yang dilaporkan Pelindo tersebut.

"Tanpa praperadilan pun kasua ini bisa dilanjutkan kalau ada bukti baru. Penyidik bisa saja membuka kasus itu kalaupun penyidik mau profesional atau sungguh-sungguh tidak dengan setengah hati," papar Barung.

Pewarta : Darwin Fatir
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024