Makassar (Antara Sulsel) - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai jika impor cabai rawit khusus untuk beberapa daerah di Indonesia ini belum tepat karena banyak cara bisa dilakukan.

"Impor cabai itu bukan solusi dalam menstabilkan harga cabai rawit dan itu tidaklah tepat karena ada beberapa opsi yang bisa kita tempuh," jelas Ketua KPPU-RI Muhammad Syarkawi Rauf di Makassar, Senin.

Dia mengatakan salah satu opsi yang bisa ditempuh pemerintah untuk menstabilkan harga yakni dengan mengatur rantai distribusi yang memang sangat panjang.

Syarkawi Rauf juga mengungkapkan jika kenaikan harga cabai sejauh ini masih bersifat temporer. Dibandingkan mengimpor, akan lebih baik jika pemerintah membenahi penanganan tanaman baik di hulu maupun hilirnya.

Pembenahan penanganan tanaman yang dimaksudkannya yakni dengan pola tanam dan memberikan edukasi kepada masyarakat khususnya para petani.

"Petani kita umumnya itu kalau melihat harga tinggi, mereka semua ramai-ramai menanam cabai. Akibatnya, pasokan banyak, harga kemudian jadi turun. Tanaman pun diterlantarkan dan jika itu terjadi, masyarakat kemudian beralih menanam yang lainnya," jelasnya.

Menurut dia pola tanam petani cabai di Indonesia ini dilakukan karena tidak adanya manajemen yang baik dan tidak adanya pendampingan, sehingga petani hanya melihat fluktuasinya saja.

Dia mencontohkan saat ini dengan kelangkaan dan tingginya harga cabai, kebanyakan petani kemudian menanam kembali cabainya. Namun untuk bisa panen cabai, dipastikan baru akan terjadi empat bulan dari sekarang.

"Fluktuasi sering terjadi karena memang manajemen yang tidak ada. Sekarang ini harga cabai tinggi, petani kemudian beralih menanam cabai. Tapi empat bulan kemudian, kemungkinan stok akan melimpah, harga cabai turun lagi," katanya.

Solusi lainnya, menurut Syarkawi, adalah mengatur rantai distribusi agar tidak terlalu panjang dari petani hingga ke konsumen. Pemangkasan bisa mencegah adanya margin harga yang besar di tangan masyarakat.

"Rantai distribusinya yang sangat panjang. Kita harus atur dari sisi marjin, jangan misalkan dari hulunya petani masuk ke pengumpul kemudian dibeli bandar daerah dan bandar pasar induk lalu ke agen dan kemudian ke pengecer dan terakhir ke konsumen. Ini kan rantai distribusinya yang panjang dan berapa kali kenaikan di situ," katanya.

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024