Makassar (Antara Sulsel) - Kasus dugaan korupsi pengelolaan Dana Intensif Daerah (DID) Tahun Anggaran 2011 di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan kembali terungkap dengan menggunakan topeng Surat Keputusan (SK) Parsial.

"Saat itu SK Parsial yang digunakan sebagai acuan penggunaan DID yang diterbitkan unsur Pimpinan DPRD Lutra," beber Agung, terdakwa pengelolaan DID Lutra, di Pengadilan Negeri Tipikor Makassar, Senin

Menurutnya, penggunaan DID berdasarkan SK Parsial yang diterbitkan unsur pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di Kabupaten Lutra untuk digunakan dalam pelaksanaan proyek.

Sementara saksi Ronni, dalam kasus tersebut mengungkapkan bahwa perjalanan penerbitan SK Parsial itu diterbitkan oleh DPRD Lutra guna pemanfaatan dana DID dengan nilai proyek Rp24 miliar.

Kejadian itu bermula, sebut Ronni, hasil dari konsultasi resmi Kepala Dinas Keuangan Pemerintah Daerah Lutra Masud Masse, kemudian Wakil Bupati Lutra, Indah Putri Indriani, Anggota Badan Anggaran DPRD Lutra Irawan Tamsi ke Direktorat Jenderal Keuangan RI, kala itu.

"Saat itu saya ikut dalam konsultasi dan mengetahui prosesnya," ungkap dia Pengadilan Negeri Tipikor Makassar, Sulsel.

Selain itu, ada kejanggalan pada kasus tersebut, dimana SK Parsial hanya dibuat untuk menutupi kegiatan penggunaan dana DID yang telah digunakan sebelumnya. Padahal, itu melanggar aturan Undang-undang.

"Setahu saya SK Parsial ini dibuat setelah kegiatan dana DID itu dilaksanakan. Saya pun bingung kenapa SK parsial dijadikan dasar menutupi dana DID," ungkapnya.

Diketahui, pada kasus tersebut mendudukkan dua orang terdakwa masing-masing Agung selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Sariming mantan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Lutra yang bertindak selaku Pengguna Anggaran (PA).

Keduanya dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pemberantasan korupsi. Sidang lanjutan perkara itu dijadwalkan hari ini untuk mendengarkan keterangan saksi kunci.

Proyek tersebut bersumber dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tersebut terbagi dalam 11 item kegiatan terdiri dari pengadaan barang dan pembangunan fisik.

Pengadaan barang masing-masing program barang dan sumber belajar virtual (PSBV) sebesar Rp4,8 miliar lebih, dan pengadaan barang program life science untuk tingkat SMP senilai Rp3.9 miliar lebih, serta pengadaan barang program modul eksperimen sains untuk tingkat SD senilai Rp2,2 miliar lebih.

Selanjutnya, kegiatan pengadaan barang program modul eksperimen sains untuk tingkat SMP senilai Rp3,3 miliar lebih, dan kegiatan pengadaan barang program modul eksperimen sains untuk tingkat SMU senilai Rp3,4 miliar lebih.

Sedangkan kegiatan fisik di antaranya pembangunan dan rehabilitasi SDN, SMPN, SMAN dan SMKN dengan total nilai Rp6,5 miliar lebih. Selain itu kegiatan jasa konsultasi perencanaan senilai Rp228 juta, dan jasa konsultasi pengawasan senilai Rp171 juta.

Kegiatan lainnya adalah pengadaan meubelair senilai Rp1 miliar lebih, pelatihan guru senilai Rp300 juta, serta kegiatan administrasi pelaksanaan kegiatan senilai Rp194,681 juta

Selain itu kegiatan perjalanan khusus jenis kegiatan pengadaan barang tersebut ditemukan adanya kesalahan spesifikasi, sehingga terjadi selisih harga dan menyebabkan kerugian negara sekitar Rp3,6 miliar.

Kerugian tersebut sesuai dengan hasil perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulsel setelah dimintai kepolisian menghitung kerugian negara dalam proyek ini.

Pewarta : Darwin Fatir
Editor :
Copyright © ANTARA 2024