Makassar (Antara Sulsel) - Kejaksaan Negeri Makassar memeriksa sekitar 40 orang tua dari siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Makassar terkait dugaan pungutan liar pada proses penerimaan siswa baru.

"Ada sekitar 40 orang tua siswa yang kami periksa untuk dimintai keterangannya," ujar Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Makassar Alham di Makassar, Senin.

Dia mengatakan, pemeriksaan para orang tua murid dari SMA Negeri 1 Makassar ini hanya sebagai saksi untuk memperkuat bukti-bukti pemberian sumbangan kepada sekolah.

Alham mengaku jika sampai saat ini kasus yang sudah ditingkatkan statusnya menjadi penyidikan dan ditangani bidang pidana khusus itu telah menetapkan Kepala SMA Negeri 1 Makassar Abdul Hajar sebagai tersangka.

"Untuk tersangkanya masih satu orang, kepala sekolahnya. Kita tetap mengembangkan kasusnya dan jika masih terkait dengan pihak lain, pasti kita akan proses juga," jelasnya.

Alham menjelaskan jika penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik menemukan minimal dua dari lima alat bukti sesuai dengan ketentuan KUHAP.

Sebelumnya, berdasarkan laporan masyarakat bahwa ada praktik pungli di sekolah tersebut, bahwa ada penambahan bangku siswa diduga tidak melalui mekanisme pendaftaran seharusnya dengan melalu pendaftaran berbasis daring atau online.

Bahkan manipulasi data laporan pendaftar siswa ada perbedaan dalam database sesuai data untuk sekolah SMAN 1 sebanyak 209 siswa data dari operator telkom. Sedangkan diterima secara keseluruhan tahun ajaran 2016-2017 mencapai 396 orang siswa atau ada selisih 102 siswa yang tidak terdaftar.

"Rata-rata ada yang membayar mulai dari Rp5 juta kemudian Rp7,5 juta hingga Rp10 juta per siswa, inilah menjadi penyebabnya karena tidak melalui sistem dan diduga kuat melakukan pungutan liar," ucap Alham kepada wartawan.

Selain pemeriksaan untuk SMAN 1, pihak Kejari Makassar juga menjadwalkan pemeriksaan sejumlah saksi dari pihak guru maupun guru SMA Negeri 5 juga diketahui menjalankan modus yang sama dengan SMA Negeri 1 Makassar, bahkan sudah ada tersangka ditetapkan menjalankan pungli.

Modus operandinya sekolah ini hanya melaporkan 12 kelas dengan berisi 36 orang siswa pada tiap kelasnya kepada operator Telkom. Namun fakta di lapangan ditemukan ada tambahan tiga kelas dengan jumlah siswa masing-masing kelas sebanyak 36 orang siswa didaftar secara offline.

Pungli yang terjadi pada kedua sekolah tersebut modusnya didaftar secara offline dan diduga diminta tarif dari Rp10 juta sampai Rp50 juta dengan dalih sumbangan untuk sekolah setempat.

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor :
Copyright © ANTARA 2024