Makassar (Antara Sulsel) - Kongres Koperasi Ke-3 mengusulkan agar Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dipisahkan karena masih ada kebijakan bertentangan dengan keberlangsungan koperasi.

"Sudah saatnya Kementerian Koperasi dan UKM itu dipisah agar pemerintah fokus membina koperasi, sehingga tidak ketinggalan," kata Pimpinan Sidang Komisi VI Bidang Perundang-Undangan dalam Kongres Koperasi, Sirajuddin Sewang, di Makassar, Jumat.

Menurut dia, klasifikasi untuk koperasi adalah C, sehingga untuk pendanaan masih sangat terbatas dianggarkan. Sedangkan UKM adalah bagian yang dilahirkan dari koperasi.

Padahal semangat hadirnya koperasi di tengah masyarakat adalah gotong royong, namun belakangan ini koperasi tidak lagi dimaknai seperti itu, dan cenderung dikuasai oknum tertentu.

Tidak sampai di situ, lanjut dia, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang diharapkan meningkatkan perekonomian rakyat juga seharusnya tidak ada, karena ada kepentingan di dalamnya, bahkan kebanyakan pengelolanya kumpulan orang-orang kapitalis.

"BUMDes sendiri sebagian besar dikuasai kepala desanya, nah inilah menjadi soal, seharusnya untuk meningkatkan perekonomian di desa dibentuk koperasi dari dana BUMDes. Saat ini pendapatan untuk koperasi kecil tidak signifikan," ujar dia.

Wakil Ketua Umum Bidang Ketahanan Pangan Industri dan Perdagangan Dekopinda Sulsel ini juga menuturkan, realitasnya koperasi-koperasi kecil sudah hampir mati, dan seharusnya dibantu yang memang betul-betul koperasi sehat.

Kendati demikian, kata dia, fakta di lapangan maraknya mini market retail menguasai pasar yang diketahui milik koorporasi konglomerat tidak dibatasi, sehingga secara tidak langsung mematikan usaha koperasi.

Sementara salah seorang peserta asal Lampung, Pahala Tampubolon pada kesempatan itu mendukung dan menyetujui usulan pemisahan Kementerian Koperasi dengan UKM agar pemerintah fokus hanya mengurusi koperasi.

Selain itu, kata dia, program koperasi menjadi pilar perekonomian 2045, hanya akan menjadi simbol karena dianggap terlalu lama.

Pemerintah juga didesak agar menerbitkan undang-undang baru tentang pengaturan, artinya dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 kemudian diperbaharui Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang koperasi yang belakangan dianulir.

"Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 adalah roh koperasi ada di situ, kan UU Nomor 17 tahun 2012 ditentang dan tidak digunakan karena ada pasalnya tidak mengakomodir roh koperasi yakni gotong royong," ungkapnya.

Makanya dengan itu diperlukan penerbitan Undang-undang baru dengan melibatkan semua pihak terkait koperasi dengan melakukan perubahan Undang-undang serta tidak keluar dari aturan yang ada.

Kongres Koperasi ke-3 itu terbagi dalam tujuh Komisi dengan peserta keseluruhan 34 anggota Dewan Koperasi Wilayah tingkat provinsi dan 450 anggota Dewan Koperasi Daerah tingkat kabupaten dan kota.

Pewarta : M Darwin Fatir
Editor :
Copyright © ANTARA 2024