Makassar (Antara Sulsel) - Aksi blokade jalan tol reformasi dilakukan Gerakan Aktivis Mahasiswa (GAM) dibantu sejumlah warga kembali dibubarkan polisi dengan alasan menggangu ketertiban, padahal lahan tersebut belum sepenuhnya dibayarkan Kementerian Prasarana Umum dan Perumahan Rakyat.

"Kami ditangkap dan dibubarkan paksa polisi dari Polsek Tallo. Kenapa polisi selalu beralasan membubarkan kami sementara lahan ini belum dibayar lunas," tutur aktivis GAM, Adhi Puto Palasa di Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa malam.

Pihaknya menuding ada dugaan polisi Polres setempat bermain dengan pengelola tol untuk terus membubarkan aksi, padahal mereka sudah mengetahui jelas duduk perkara ini, lantas masih saja membubarkan, padahal hanya diblokade satu jalur.

"Sebelumnya sudah ada perjanjian bahkan di tandatangani Kapolsek Tallo dan pihak pengelola Tol waktu itu tetap membuka satu jalur, nah kenapa sekarang itu diingkari, dimana komitmen serta keadilan sebenarnya," ungkap mantan Panglima GAM ini.

Selain itu pembubaran paksa sudah sering dilakukan, belum lama ini sejumlah aktivis dipukuli petugas kepolisian, dengan emosi dilengkapi senjata api masuk ke rumah warga mencari pendemo, lantas menyiksanya seolah-olah pelaku kejahatan.

"Kami disini tidak dibayar seperserpun, apa yang selama ini diisukan semua tidak benar. Kami semata-mata membela kebenaran dan membantu ahli waris yang tanahnya di komersilkan pihak tol, tapi tidak mendapat sisa ganti sampai menunggu 17 tahun," tambah aktivis GAM lainnya, Yudha.

Aksi ini, tegas Yudha, tidak akan pernah berhenti sebelum ada kepastian dari Kementerian PU PR untuk membayar sisa uang ganti rugi lahan milik warga ahli waris Intje Koemala Versi Chandra Taniwijaya yang telah dibebaskan menjadi jalan tol.

"Meski kami ,tidak menghentikan langkah kami untuk mengawal hak-hak ahli waris merupakan warga kecil tidak mendapatkan keadilan dan hak-haknya sebagai warga negara. Aksi ini bukan menutup, tapi menduduki dan mengambil kembali lahan yang belum dibayarkan pemerintah," ucapnya.

Diketahui, pembebasan lahan oleh Kementerian PU-PR hanya memberikan uang di awal sebesar sepertiga Rp2,5 miliar dari total pembayaran keseluruhan Rp12 miliar. Sedangkan sisanya sebesar Rp9 miliar lebih hingga saat ini tidak kunjung dibayar kepada ahli waris Intje Koemala Versi Chandra Taniwijaya selaku pemilik lahan sah.

Perintah untuk segera membayarkan sisa uang ganti rugi lahan kepada ahli waris, sudah diputuskan dan tertuang dalam putusan Mahkamah Agung RI ditingkat PK bernomor 117/PK/Pdt/2009. Amar putusan MA memerintahkan Kementerian PU-PR segera membayar sisa uang ganti rugi lahan kepada ahli waris yang bersangkutan.

Meski Kementerian berdalih menunggu fatwa MA, sebab lahan ini diklaim orang lain, namun belakangan sudah diputus bersalah, bahkan jawaban MA atas permintaan fatwa yang diajukan Kementerian PU PR itu dengan tegas tidak dijawab sehingga tidak ada alasan lagi menunda pembayaran sisa uang ganti rugi.

Pewarta : Darwin Fatir
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024