Makassar (Antara Sulsel) - Lembaga Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi meminta Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan memeriksa Camat Tallo dan Lurah Buloa berkaitan dengan dugaan korupsi sewa lahan negara di Buloa yang merugikan negara senilai Rp500 juta.

"Kejati Sulsel harus segera memeriksa mantan Camat Tallo dan Lurah Buloa yang mengeluarkan Surat Keterangan Garapan pada 2004, dan mendalami peran kedua pejabat tersebut yang mengeluarkan surat garapan," kata Direktur Riset dan Data ACC Sulawesi, Wiwin Suwandi di Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa.

Menurut dia, keduanya ikut andil dalam penerbitan Surat Keterangan Tanah Garapan dan patut dicurigai tidak sesuai mekanisme pemberian Hak Garap berdasarkan aturan perundang-undangan, sehingga Pemkot Makassar harus segera melakukan investigasi terkait pemberian Hak Garap tersebut.

"Kejati Sulsel juga harus segera mendalami peran pihak PT Pembangunan Perumahan (PP) yang dengan tanpa kehati-hatian melakukan transaksi sewa menyewa hingga menyebabkan kerugian negara mencapai Rp500 juta," ungkap dia kepada wartawan saat ekspos kasus di kantornya.

Diketahui, PT PP selaku penyewa lahan lalai, karena tidak melakukan studi kelayakan maupun penelusuran status lahan tersebut sampai menimbulkan kerugian negara. Surat perjanjian sewa lahan dengan dua orang warga mengaku sebagai pemilik lahan tersebut, belakangan itu merupakan lahan negara.

Dua warga tersebut yakni Rusdin dan Jayanti Ramli mengkalim sebagai pemilik lahan garapan yang disewa PT PP yang digunakan sebagai akses jalan pembangunan proyek Makassar New Port. Dari hasil penyelidikan Kejaksaan lahan ini ternyata berstatus lahan negara.

Lahan yang disewakan keduanya seluas 39.994 meter persegi terletak di RT/RW 001/003 Kelurahan Buloa Kecamatan Tallo, Kota Makassar. Jayanti menyewakan lahan seluas 19.999 meter persegi dan Rusdin seluas 19.995 meter persegi.

Saat transaksi sewa itu, keduanya berdalih menyertakan bukti alas hak surat keterangan garapan yang diberikan mantan Lurah Buloa, Ambo Tuwo Rahman dan disahkan mantan Camat Tallo, A. U Gippyng Lantara pada 9 September 2003.

"Dasar inilah perjanjian sewa menyewa lahan ini dengan PT PP disepakati senilai Rp500 juta dan berlaku satu tahun terhitung 31 Juli 2015 sampai 31 Juli 2016. Bahkan perjanjian sewa itu turut dihadiri M Sabri selaku Asisten I Pemkot Makassar kala itu," beber wiwin.

Kejadian ini pun sempat redam dan mengendap beberapa tahun, namun akhirnya terkuak juga, Kejati Sulsel pun melakukan penelusuran dan menetapkan dua orang yang mengaku sebagai penggarap yakni Rusdin dan Jayanti serta Asisten 1 Pemkot Makassar, Sabri sebagai tersangka.

Saat ini ketiganya tengah menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Makassar. Meski telah ditetapkan sebagai terdakwa, namun Kejati belum menyentuh pihak lain yang menjadi awal terjadinya korupsi tersebut.

Tidak sampai disitu, aktor utama dibalik terjadinya perjanjian sewa lahan negara oleh individu ini, tidak lepas dari peran Soedirjo Aliman alias Jen Tang kini bebas berkeliaran tanpa diproses.

Rusdin dan Jayanti, lanjut Wiwin, hanya dijadikan boneka oleh Jen Tang. Ini terlihat dari fakta keberadaan salah satu dokumen terkait lokasi lahan negara yang menjadi objek permasalahan saat ini juga tertulis nama bersangkutan.

Investigasi ACC menemukan peran Jen Tang dalam beberapa peristiwa, mulai sengketa lahan dalam perkara status quo dengan H Umar Syukur, hingga ahli warisnya pernah mengirim surat tertanggal 22 Desember 2015 kepada pimpinan PT PP terkait lahan di Buloa, perihal sengketa lahan dengan Jen Tang yang belum selesai.

Dan jawaban surat PT PP kepada H Umar Syukur dan ahli warisnya, PT PP menyarankan agar H Umar Syukur dan ahli warisnya berurusan dengan Rusdin atau Soedirjo Aliman sebagai penguasa atau pemilik lahan tersebut. Artinya, PT PP mengakui bahwa lahan di Buloa, Tallo tersebut, itu dikuasai atau dimiliki oleh Soedirjo Aliman alias Jen Tang.

"Dalam dukumen jelas tertera nama Seodirjo Aliman atau dikenal Jen Tang, dan kami punya dokumen itu setelah melakukan investigasi di lapangan. Jadi jelas Jen Tang adalah aktor utama yang juga harus diseret ke meja hijau atas perannya menguasai lahan negara," ucap mantan staf ahli KPK ini diera Abraham Samad.

Pewarta : Darwin Fatir
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024