Kebun Raya Jompie Parepare (KRJP) di Sulawesi Selatan diperkirakan dapat menurunkan emisi karbon di Kota Parepare. Sampai akhir tahun 2016, Indonesia memiliki 32 kebun raya yang terdiri dari lima kebun raya dikelola Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan 27 kebun raya dikelola pemerintah daerah atau universitas.

Kebun raya merupakan kawasan konservasi tumbuhan secara ex situ yang memiliki koleksi tumbuhan terdokumentasi dan ditata berdasarkan pola klasifikasi taksonomi, bioregion, tematik atau kombinasi dari pola-pola tersebut untuk tujuan kegiatan konservasi, penelitian, pendidikan, wisata, dan jasa lingkungan.

Kebun raya juga dapat menjadi wahana mitigasi dalam perubahan iklim. Mitigasi berarti usaha untuk menurunkan emisi karbon ke atmosfir.

Danang Wahyu Purnomo, SHut, MSc, Peneliti di Pusat Konservasi Tumbuhan (PKT) Kebun Raya LIPI mengatakan nilai kontribusi kebun raya dalam menurunkan emisi karbon sangat relatif. Hal ini bergantung pada metode yang dipakai, scope atau area yang dipilih, dan karakter tutupan vegetasinya. Apabila berbicara Kota Parepare, KRJP tentunya dapat diprediksi melalui besaran serapan karbon dan kemampuannya dalam menyediakan oksigen.

KRJP merupakan salah satu kebun raya perkotaan yang terletak di jalan industri kecil di Kelurahan Bukit Harapan, Kecamatan Soreang, Kota Parepare, Provinsi Sulawesi Selatan.

Lokasi KRJP sangat strategis dengan jarak dari pusat Kota Parepare sekitar 3,5 km. Sementara jarak dari Kota Makassar ke Kota Parepare sekitar 154 km ke arah Selatan melalui jalan poros Palopo–Makassar atau jalan poros Barru–Makassar.

Kebun raya yang memiliki tema Tumbuhan Pesisir Wallacea ini dibangun melalui penataan kembali kawasan Hutan Kota Jompie seluas sekitar 13,5 ha. Uniknya, pembangunan itu dilakukan tanpa mengubah bentang lahan secara frontal dan tidak mengubah tutupan vegetasi secara ekstrim.

Oleh karena itu, tutupan vegetasi kebun raya yang berupa hutan kota tidak dilakukan clearing secara berlebihan, namun dibiarkan sebagai tumbuhan koleksi spontan atau menjadi tumbuhan nonkoleksi yang dipertahankan.

Sebagai kebun raya perkotaan, KRJP memiliki kelebihan dibandingkan dengan kebun raya lain. KRJP tidak hanya berperan sebagai kawasan konservasi, tetapi juga berfungsi dalam meningkatkan performa lingkungan, sosial, maupun ekonomi. Salah satu perannya dalam jasa lingkungan adalah dapat mengurangi terjadinya pemanasan global melalui penghasil biomassa dan menjaga cadangan karbon.

Tahun 2015, Danang melakukan pengukuran kandungan karbon pada tutupan vegetasi di tiga tipe kebun raya. Ketiga tipe kebun raya itu dibagi berdasarkan tahapan pembangunannya, yaitu tahap persiapan, pelaksanaan, dan pengelolaan. Ia mengatakan perhitungan kandungan karbon pada tutupan vegetasi kebun raya dapat diukur dengan metode pendugaan cepat, yaitu dengan menghitung luas tutupan dikalikan kandungan karbon jenis tutupan.

Data yang diperlukan adalah luas lahan dan persentase tipe tutupan vegetasi, seperti hutan alam, hutan tanaman, agroforestry, semak belukar, dan padang rumput. Kebun Raya yang diinisiasi sejak tahun 2009 ini termasuk tipe kebun raya yang sedang dalam pelaksanaan. KRJP memiliki daya sekuestrasi 1,2 ribu ton C, dan jika dirata-ratakan memiliki kemampuan penyerapan 88,8 ton C/ha. "Jumlah serapan ini cukup baik untuk ukuran kebun raya yang masih dalam tahap pembangunan," ungkapnya.

Melihat potensi KRJP yang terus berkembang melalui penanaman berbagai jenis koleksi, maka nilai serapan C ideal sebuah kebun raya = 105,81 ton C/ha akan dapat dicapai. Apalagi koleksi tumbuhan itu memiliki status yang tetap dan tidak dapat dialihfungsikan, sehingga dapat berkontribusi langsung dalam penyerapan karbon sepanjang tahun.

Saat ini jumlah koleksi yang tertanam di kebun adalah 48 suku, 140 marga, 159 jenis, dan 702 spesimen. Jumlah tersebut meningkat dari sebelumnya saat diidentifikasi oleh tim analisis vegetasi PKT Kebun Raya LIPI sebelum pembangunan, yaitu terdiri atas 90 jenis yang berasal dari 81 marga tumbuhan. Sebanyak 77 jenis di antaranya telah berhasil diidentifikasi secara lengkap, 10 jenis baru diketahui marganya, dan tiga jenis lainnya baru teridentifikasi sampai tingkat suku.

Danang mengatakan tumbuhan di KRJP yang berpotensi menyerap emisi karbon adalah jenis-jenis yang memiliki karakter pertumbuhan cepat, adaptif terhadap segala kondisi habitat, memliki perawakan besar, dan memiliki kemampuan berkembangbiak dengan mudah. Jenis-jenis ini biasanya didominasi marga Litsea, Artocarpus, Canarium, dan Syzygium.

Seperti halnya hutan, keberadaan kebun raya ini juga diperkirakan dapat memenuhi target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) Tahun 2030 sampai 29% bahkan 41% dengan bantuan internasional. Hal ini berdasarkan dokumen Nationally Determined Contribution (NDC)yang dihasilkan melalui kesepakatan Paris Agreement pada Tahun 2015.

Ais Idris, Founder Green Eastern Foundation (GEF), yayasan yang bergerak di bidang konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistem mengatakan keberadaan KRJP juga dapat menjadi benteng terakhir cadangan genetika tumbuhan, terutama untuk tumbuhan pesisir Wallacea.

Ia menambahkan jumlah koleksi tumbuhan yang tertanam di KRJP akan berpengaruh pada luasan tutupan kawasan dan akan berpengaruh juga pada daya serap karbon. “Jadi ada korelasi positif antara keberadaan kebun raya dengan luasan RTH dan kualitas lingkungan” kata pencetus KRJP ini.

Selain sebagai tempat konservasi tumbuhan, penelitian, pendidikan, wisata, dan jasa lingkungan, KRJP juga berfungsi sebagai ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Parepare. Kebun raya sebagai RTH dapat memberikan manfaat bagi keberlangsungan fungsi ekologis dan sosial bagi masyarakat perkotaan. Kebun raya sebagai RTH juga mendukung upaya penghijauan di kawasan perkotaan, di mana minimal 30 persen ruang wilayah kota harus berupa RTH.

Saat ini RTH di Kota Parepare termasuk KRJP baru mencakup kawasan seluas sekitar 2.406 ha atau sekitar 24 persen dari luas wilayah Kota Parepare (99,33 KM2).

Parepare adalah kota yang berpenduduk kurang lebih 140 ribu jiwa ini terletak di tepi laut, tetapi sebagian besar wilayahnya berbukit-bukit. Kota kelahiran mantan Presiden RI ke-3, BJ Habibie ini adalah kota transit bagi wisatawan yang ingin bepergian ke berbagai daerah di Sulawesi.

Sebagaimana kota-kota yang sedang berkembang lainnya, Kota Parepare juga membutuhkan RTH untuk mendukung menyelaraskan pembangunan. Apalagi setiap tahunnya jumlah penduduk di kota ini terus meningkat, baik penduduk asli maupun migrasi dari kota lain. Peningkatan jumlah penduduk yang berbanding lurus dengan berkembangnya pembangunan di Kota Parepare akan berdampak pada konversi lahan, sehingga menyebabkan berkurangnya luas RTH.

Implikasinya adalah terjadinya penurunan kualitas lingkungan, khusunya peningkatan emisi karbon yang berdampak pada kerusakan bumi dan menimbulkan keresahan masyarakat. Dengan kehadiran kebun raya di "Kota Pelabuhan" ini, KRJP memiliki peran yang penting dalam menurunkan emisi karbon guna menunjang Kota Parepare sebagai kota berkelanjutan.

Minhajuddin Ahmad, Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Parepare mengakui bahwa KRJP merupakan aset daerah yang akan berdampak besar ke depannya, terutama bagi perekonomian masyarakat dan kualitas lingkungan.

Apalagi dalam dua tahun terakhir ini KRJP terus melakukan pembangunan fisik seperti gerbang, gedung pengelola, gedung konservasi, rumah pembibitan, rumah anggrek, green house, tempat pembuatan kompos, tempat parkir, pos jaga, menara pandang, gazebo, taman, dan perbaikan jalan utama.

Selain untuk menunjang kegiatan pengelolaan kebun raya, juga untuk mempersipakan launching pada awal November nanti. Oleh karena itu, perlu segera ada regulasi untuk menjaga kelestarian KRJP sebelum dijamak banyak pengunjung.

“Regulasi tentang itu termasuk hubungannya dengan masyarakat sudah direncanakan dan sudah diusulkan untuk masuk dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) tahun ini” kata anggota legislatif yang mengawasi bidang pembangunan, keuangan, perekonomian, dan lingkungan hidup DPRD Kota Parepare ini.

Dikatakannya juga kebun raya di bawah pengelolaan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Parepare ini akan segera dibentuk kelembagaan berupa Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD).

Abdul Wahid, SP, MM, selaku Kepala Bidang Tata Lingkungan, Pertamanan, dan Kebun Raya DLH Kota Parepare mengatakan pembentukan UPTD ini sudah direncanakan dan akan diusulkan pada 25 Agustus 2017 ke bagian Organisasi dan Tata Laksana (Ortala) Sekretariat Daerah (Sekda) Kota Parepare.

“UPTD yang diusulkan adalah tipe A, yang berarti struktur organisasinya jelas, di mana nanti ada Kepala UPTD, Sekretaris, dan ditambah dua seksi yaitu seksi konservasi dan seksi pemanfaatan,” ujarnya.

Dengan terbentuknya UPTD nanti, ia meyakini pengelolaan KRJP akan lebih baik, lebih fokus, dan mendapat perhatian yang serius, sehingga ke depannya lima fungsi dasar kebun raya dapat dijalankan termasuk manfaatnya dalam menurunkan emisi karbon.


*) Pendamping Kebun Raya Daerah - PKT KR LIPI

Pewarta : Iman, S.P.*
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024