Makassar (Antara Sulsel) - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Makassar membentuk Gugus Tugas Trafficking, yakni Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) untuk memerangi perdagangan anak di Kota Makassar.

"Kita bentuk Gugus Tugas Trafficking TPPO tujuannya tidak lain untuk memerangi praktek perdagangan anak di masyarakat," ujar Kepala Dinas P3A Makassar Andi Tenri Ampa Palallo di Makassar, Rabu.

Ia mengatakan, gugus tugas ini akan fokus pada pencegahan dengan sosialisasi di tingkat kecamatan dan kelurahan serta pada tingkat rukun tetangga maupun warga. Selain itu, juga telah membentuk jaringan kemitraan dengan kepolisian, kejaksaan, lembaga swadaya masyarakat (LSM) pemerhati anak, dan pemangku kepentingan terkait.

"Gugus Tugas Trafficking fokus pada pencegahan dan penindakan kasus-kasus trafficking. Pencegahan dengan bentuk sosialisasi bahaya trafficking di masyarakat. Penindakan dengan membangun jaring kemitraan dengan NGO, kepolisian, dan kejaksaan," katanya.

Diungkapkannya, pada 2017 ini, sejak Januari hingga September telah ditangani tiga kasus traficking yang dilaporkan ke Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A).

Ketiga kasus itu telah ditindaklanjuti dengan berkordinasi bersama jejaring kemitraan seperti kepolisian, dan kejaksaan untuk memberikan hukuman kepada para pelakunya.

Sedangkan untuk korban perdagangan anak yang melibatkan anak berusia 15, 16, dan 17 tahun itu, motifnya disebut lebih pada tuntutan gaya hidup modern.

"Jadi semua korban-korban ini setelah kita dampingi mengaku jika mereka dijanjikan akan diberikan gadget, atau pakaian distro bernilai jutaan dan ratusan ribu," terangnya.

Penanganan kasus perdagangan anak ini sendiri diatur dalam Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO. Kategori trafficking dapat dilihat pada pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007.

Sesuai pasal 1 ayat 1 yang masuk kategori trafficking adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksaploitasi.

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor :
Copyright © ANTARA 2024